Pada awal Cipta Media Bersama Tim Penasehat dan Seleksi diminta untuk membantu menentukan proyek mana yang didanai dan mana yang tidak. Setelah para penerima hibah mulai menerima dana untuk melaksanakan niat mereka, maka kami berpikir alangkah baiknya apabila tim yang awal yang berkontribusi sumbangsih pikiran diajak lagi untuk ikut urun rembug memberikan masukan agar proyek yang mereka putuskan untuk diberi dana sukses menuntaskan tujuannya.
Bergabung untuk memberi masukan pada penerima hibah adalah Idaman Andarmosoko, Yanuar Nugroho, Merlyna Lim, Akhmad Nasir, Anggara, Onno Purbo, dan Nia Dinata.
Jalur konsultasi tatap muka dibuka pada pertamakalinya di Jagongan Media Rakyat, Yogya. Ke-20 penerima hibah diterbangkan dari berbagai bagian Indonesia untuk mengikuti dan melihat sendiri perkembangan dan berinteraksi serta belajar dari aktor- aktor utama yang mendorong perubahan dari masyarakat sipil melalui media.
Dua sesi konsultasi dijadwalkan pada 24 Februari. Sesi pagi bertempat di penginapan Al-Baroqah bersama dua anggota tim penasihat : Yanuar Nugroho dan Idaman Andarmosoko. Sesi sore di  STPMD “APMD” Yogyakarta dimana Jagongan Media Rakyat berlangsung dengan lima anggota tim penasehat: Anggara, Akhmad Nasir, Yanuar Nugroho, Idaman Andarmokoso, dan Onno Purbo.
Para sesi pertama penerima hibah dibagi menjadi dua kelompok. Penerima hibah kemudian secara bergantian mengenalkan diri dan mengungkapkan masalah yang mereka hadapi pada proyek mereka.
Proyek Mendorong Media Sehat dalam Pemberitaan Syariat Islam di Aceh mengutarakan bahwa mereka sedang dalam tahap melakukan koding media-media arus utama dibantu oleh AJI Jakarta.
Penghargaan HAM blogger sedang mengadakan modifikasi internal, membenahi pengurus, dan penambahan kemampuan secara internal. Sementara tanggal peluncuran sudah diputuskan.
Radio Buruh Perempuan Untuk Kesetaraan (sekarang Marsinah FM) mengutarakan bahwa mereka belum membeli perangkat keras untuk radio karena takut musim hujan dan banjir, mereka juga mengatakan bahwa memiliki hambatan teknis dalam penyiaran.
Next Generation mengalami kesulitan dalam mencari saluran-saluran dalam mensosialisasikan ratingnya. Setelah pergi menemui distributor video games, mereka diinformasikan bahwa rating lokal tidak bisa digunakan apabila mereka hanya berbentuk komunitas yang peduli, namun harus berbadan hukum yang memiliki kredibilitas untuk mengeluarkan rating.
Border Blogger Movement sudah mempaket insentif mereka dalam bentuk beasiswa untuk pelatihan gratis dalam jaringan (online) maupun luar jaringan (off line). Mereka mempraktekkan jurnalisme kampung yang diadaptasi dari citizen journalism. Kendala utama adalah sulitnya masuk ke kawasan kawasan perbatasan, hanya bisa hingga kecamatan. Kesulitan lain adalah walaupun sudah membayar untuk infrastruktur seringkali sinyal tida didapat selama 1 minggu. Sementara untuk peserta pelatihan mereka harus memanjat bukit, dan apabila menggunakan provider Malayssia yang malah sinyalnya bagus, terkena biaya roaming.
PIRAC ingin mengutip hasil studi di luar negeri untuk skema mereka.
Benor FM memaparkan bahwa jangkauan radio mereka mungkin hanya mencakup 7 kilometer, sementara yang mereka arah adalah satu kelompok Orang Rimba dalam taman nasional. Orang Rimba banyak yang mengalami trauma karena sudah banyak didekati dan dimanfaatkan oleh berbagai pihak. Jadi pendekatan dilakukan selama 2 minggu hanya berkeliling, berkumpul bersama, dan bertanya berbagai hal apakah bertentangan dengan adat atau tidak sembari mengurus perijinan.
Amboina Cyber Society didalam ruangan langsung beraksi dengan merekam sesi. Benhard Mattheis sebagai pemimpin proyek melaporkan bahwa mereka sudah mulai mengadakan pendekatan-pendekat pada masyarakat dan sosialisasi dengan mengangkat isu perdamaian. Ini dikarenakan pembuatan/ pendirian segala sesuatu secara langsung sulit karena masyarakat curiga bahwa inisyatif ini hanya dibuat oleh kelompok tertentu. Upaya mereka dengan melakukan diskusi perdamaian antar pos jaga mereka nilai sebagai keberhasilan yang justru tidak ada di tujuan awal namun penting.
Sementara ALDP mengutarakan membutuhkan desain ulang situs web mereka dan berencana membuat buku.
Yanuar membuka sesi dengan meringkas bahwa seluruh masalah yang diutarakan memiliki tiga pokok: konten, infrastruktur, dan kapasitas. Para penerima hibah diperingatkan agar hati-hati dengan segala sesuatu yang terlihat teknis. Masalah seperti: sakit, banjir, baru menikah, dan yang lainnya – berdasarkan enam tahun pengalaman bergelut dengan media komunitas hal-hal yang terlihat sepele ini membuat upaya awal yang digulirkan dengan semangat menjadi alasan tertunda, meleset dari tujuan awal, dan malah gagal.
Media komunitas, menurut Yanuar, sangat subyektif dan memiliki ketergantungan tinggi dari masing-masing individu yang memulainya. Walaupun sangat menggoda untuk melakukan yang mudah seperti media arus utama, media komunitas seharusnya tidak melakukan komunikasi satu arah dan berjuang untuk terus mengikat dan berinteraksi penuh dengan komunitasnya atau pemangku kepentingan yang memiliki kepedulian yang sama. Interaksi dengan masyarakat ini, tidak bisa dilakukan oleh media arus utama dengan seluruh logika bisnisnya. Karena itulah penerima hibah dianggap patut untuk menerima hibah dari awal seleksi.
Kata kuncinya adalah interaksi penuh dengan masyarakat. Yanuar mengakui bahwa hal ini sulit, karena yang mudah tidak lalu mendapatkan dana hibah publik. Media-media arus utama sekarang melakukan metode mudah dimana konten menjadi dangkal, tidak dilakukan penggalian lanjutan dan terjun pada masyarakat. Cerita kerdil yang dibuat populer dan menarik seperti wawancara dengan artis terkenal dan bukan dengan ahli atau masyarakat yang mengalami, sehingga tercerabut dari realitas.
Next Generation disarankan untuk membuat poster tentang rating dan menggantungnya di gerai-gerai permainan di seluruh Bandung untuk mensosialisasikan bahwa rating dari komunitas ada. PIRAC diminta untuk memfokuskan penelitian pada media komunitas dalam negeri karena lompatan untuk melihat apa yang berhasil di luar negeri sementara yang ada di depan mata dan gagal/ berhasil tidak diangkat, adalah sesuatu yang mudah dilakukan namun tidak disarankan. Penyakit bangsa sekarang adalah tercerabut dan pendangkalan karena tergoda untuk melakukan sesuatu yang mudah, karena mendatangi masyarakat sulit, memakan waktu, dan tenaga.
Pada sesi sore Tim Penasehat yang terdiri dari Anggara, Akhmad Nasir, Yanuar Nugroho, Idaman Andarmokoso, dan Onno Purbo melakukan sesi konsultasi kecil secara privat dengan penerima hibah. Rata-rata ke-20 penerima hibah mendapatkan jatah 15 menit “berkencan” dengan tim penasehatnya masing-masing dan mengutarakan kesulitan mereka. Sesi konsultasi privat ini berlangsung di STPMD “APMD” Yogyakarta diiringi dengan deru hujan dan mesin pesawat karena lokasi yang dekat dengan Bandara Adisucipto.
Namun hari yang panjang dan melelahkan ini belum selesai untuk penerima hibah.
Malam harinya masih dilanjutkan dengan pelatihan ushaidi ciptamedia dengan pelatih Mas Nanang Boncu (nama tenar) dari airputih yang khusus dipesan langsung dari Jakarta.
Para peserta diajarkan memberi laporan dengan mengirimkan SMS pada situs ushaidi ciptamedia dan masuk log sebagai admin dan memverifikasi SMS yang masuk dari publik.
Saking semangatnya dalam menerima pelatihan para peserta menunda makan malam, yang ternyata bukan ide bagus, karena panitia lupa menyediakan makan juga. Apa yang terjadi pada pelatihan media yang tidak menyediakan makan malam? Situasi protes langsung terekam melalui twitter ciptamedia! Namun walaupun dengan segala kekurangannya, peserta pelatihan ada yang berpikir bahwa pelatihan ini mencerahkan.
Semoga pembekalan dan masukan berguna dan selamat menjalankan proyek untuk media di Indonesia yang lebih baik untuk semua.