Pada 11 Agustus 2011 Akumassa: Jurnal Tentang Aku dan Orang Orang Sekitar, memasukkan permohonan hibahnya pada inisiatif hibah terbuka Cipta Media Bersama. Dengan nomor urut 123 Tim AKUMASSA mengkategorikan upayanya sebagai “Pemantauan Media”. Kemudian Panitia Cipta Media di bulan September 2011 mendaulat Akumassa beserta lima pemohon hibah lainnya sebagai “teladan”, yang berartinya permintaan hibahnya dijadikan contoh yang baik bagi pemohon hibah lainnya yang belum memasukkan permintaan hibahnya. Babak selanjutnya adalah pelurusan proposal, setelah mendapatkan pelatihan penajaman proposal dan evaluasi anggaran bagi para calon penerima hibah, permintaan awal Tim AKUMASSA yang bertumpu pada angka 55 juta rupiah dikoreksi menjadi 369 juta rupiah. Saat penerima hibah Cipta Media Bersama diumumkan, Akumassa dipilih sebagai salah satu dari 20 pemohon hibah yang permintaannya dikabulkan. Pertimbangan pertama adalah pembiayaan didasari proyek yang sudah berjalan, Akumassa sudah menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam upaya mendorong komunitas akar-rumput untuk menciptakan dan mengembangkan media alternatif. Pertimbangan kedua adalah kerangka konseptual, ideologis, dan teknis yang kuat dalam menantang, mengkoreksi, serta memantau media arus utama. Kini satu tahun kemudian, setelah sebagian besar wacana di atas kertas dijalankan di darat, pada bulan Oktober 2012 saat tulisan ini diturunkan komunitas rekam media akumassa telah berhasil menelurkan 190 tulisan tentang pemantauan media. Pada laporan penggunaan hibah tahap I komunitas rekam media akumassa mendapatkan temuan-temuan signifikan yang salah satunya menyoal kepemilikan media. Komunitas pemantau mengungkapkan bahwa sebagian besar media-media lokal yang dipantau kepemilikannya dipegang oleh grup media besar nasional (Jawa Pos dan Kompas Gramedia). “Dalam hal-hal tertentu kebijakan redaksi lebih banyak mengacu pada bagaimana kebijakan ‘pusat’ dari media itu bernaung. Sehingga ada banyak isu-isu lokal yang terlalu mengacu tentang fenomena nasional” begitu ulasan mereka. Selain itu gambar disamping juga menunjukkan bahwa porsi porsi berita mengenai isu lain menjadi “anak tiri” dibandingkan porsi pemerintahan. Juventus Sandi Setiawan mengungkapkan: 93,846 persen adalah soal pemerintahan (ilustrasi gambar), begitu kecilnya angka perbandingannya sehingga cukup meresahkan. Tim AKUMASSA juga mendapatkan pelajaran yang menarik bagaimana mendorong komunitas lokal secara ‘sukarela’ untuk melaporkan pemantauan media. Meski terasa mudah, kesulitan justru muncul saat intensitas pemantau terasa rendah. Dalam hal ini, Tim AKUMASSA merasa perlu melakukan usaha ekstra yang lebih intens demi meyakinkan pentingnya program pemantauan media lokal ini. Ada pula kisah sukses dimana pengunjung situs bertambah dari 700 pengunjug (unique visitor) menjadi 1000 pengunjung. Pertambahan juga terjadi pada penulis baru yang kini mencapai 20 penulis (termasuk para pemantau), pembaca pun merasa puas dengan tampilan baru www.akumassa.org. Hal hal menyenangkan seperti munculnya inisiatif dari beberapa komunitas yang membangun medianya sendiri dan terjadinya saling tukar informasi tentang aktifitas bermedia antar komunitas menjadi nilai tambah. Seperti Komunitas Djuanda memuat informasi dan konten dari Komunitas Kinetik di Surabaya di www.galeritangsel.com. Konten lokal pun mulai bermunculan di media masing-masing. Selamat Tim AKUMASSA atas kerja kerasnya, terima kasih banyak. Mari dukung upaya mereka menjadikan media di Indonesia lebih baik.