Nama Inisiator
Muhamad Iqbal Tawakal
Organisasi
NA
Topik
Pemantauan media
Deskripsi Proyek
Peran KPI dan AJI sangat signifikan dalam memantau dan menjaga independensi media massa, cetak dan elektronik. Tapi, siapa yang memantau video games? Dunia hiburan bertransformasi bersama digitalisasi. Salah satu produk unggulannya : video games. Apakah semua video games itu sehat dan layak? Tentu tidak. Hanya saja, itu butuh pembuktian. Sebuah analisis, penelitian ilmiah, dan pengujian. Itulah yang dilakukan para “watch dog” bukan? Mereka mengawasi, lalu meniup ‘peluit’ bila ada melenceng.
Next G, berusaha memantau video games, menganalisisnya, memberinya label (ratting), dan mempublikasikan hasilnya. Berbeda dengan para ‘watcher’ lainnya, Next G tidak memiliki ‘peluit’ apalagi ‘kentongan’ berupa regulasi. Bagi Next G, hal itu akan sangat sulit, karena itu jalur pendidikan (literasi media) menjadi pilihan. Next G tidak akan menegur para publisher/ developer video games bila ternyata permainan mereka ‘sakit’. Tapi, pendekatan akan dilakukan pada user (biasanya anak-anak) dan para pendidik (orang tua dan guru) agar lebih ‘melek’ media –khususnya video games.
Masalah yang Diangkat
1999, Eric Harris (18) dan Dylan Klebold (19) membunuh 13 orang (24 terluka) di Columbine High School, mereka bunuh diri kemudian. Pakar psikologi menyebutkan, selain faktor tekanan lingkungan, video games-lah yang bertanggung jawab atas sifat agresif mereka! Penelitian Psychological Science (2010) seperti dikutip Vivanews (12/5/2010) menyatakan bahwa video games membuat kemampuan berfikir anak-anak merosot. Bahkan, beberapa video games tertentu secara signifikan memengaruhi agresifitas anak. Ironisnya anak-anak usia 2-11 tahun memiliki akses 71% terhadap video games. Masalah lain muncul, ketika Anda menengok game center, kebanyakan para penikmat Point Blank, Cross Fire, Counter Strike, World of Warcraft, Call of Duty, dll ternyata anak-anak (kebanyakan usia SD). Tentu kita semua tak ingin mereka menjadi Eric dan Dylan berikutnya bukan? Pemantauan dan Literasi Media –khususnya video games- mutlak dilakukan.
Solusi
Pembentukan komunitas Next G, sebagai wahana pemantau media.
Pemantauan dilakukan dengan cara menyisir konten video games, melakukan analisis (kuantitatif dan kualitatif), memberikan penilaian dan rekomendasi. Hasil penelitian kemudian dipublikasikan melalui situs internet / jejaring sosial dan seminar. Situs inilah yang nantinya akan dijadikan modal bagi Next G, untuk mempublikasikan penelitian-penelitiannya. Karena memang belum ada situs reviewer khusus video game di Indonesia.
Literasi media dilakukan pasca penelitian. Bandung akan menjadi pilot project untuk agenda ini. Sasaran utamanya adalah SD dan SMP. Agenda media literasi akan bersinergi dengan kampus-kampus yang memiliki visi serupa guna membina anak-anak agar lebih paham tentang dampak buruk video games. Mengapa orang tua juga mendapat literasi? Hal ini disebabkan, banyak orang tua yang membiarkan anak-anak untuk ‘nongkrong’ di game centre. Mereka banyak yang tak tahu dan acuh tak acuh, bahkan ada yang sengaja memfasilitasi anak-anaknya dengan console game agar tidak rewel.
Pihak yang menerima manfaat dari proyek ini adalah siswa SD – SMP, guru, dan orang tua di (minimal) 10 sekolah di Bandung (Media Literasi) serta masyarakat awam / pengguna internet (Media Watch melalui Situs Internet).
Target
Siswa SD – SMP, guru, dan orang tua di (minimal) 10 sekolah di Bandung (Media Literasi). Masyarakat awam / pengguna internet (Media Watch melalui Situs Internet).
Indikator Sukses
Keberhasilan agenda ini dapat dilihat dari dua katerogi dibawah :
Pertama, Media Watch;
1. Aktif melakukan penelitian ilmiah terhadap video games populer.
2. Membuat website khusus untuk publikasi.
3. Mempublikasikan hasil penelitian secara berkala di situs internet, dapat dilihat dari jumlah posting, rutinitas, feedback dari pembaca berupa komentar dan kritik.
4. Jumlah pengunjung (traffic) website yang meningkat, dapat dilihat dari situs Alexa.com
Kedua, Literasi;
1. Menggaet kampus-kampus ternama sebagai mitra dalam melakukan literasi media.
2. Melakukan literasi media di minimal 10 sekolah (SD –SMP) di Bandung.
3. Intens melakukan kampanye media literasi untuk video game melalui seminar, lokarya, atau sejenisnya.
4. Memiliki sekolah binaan yang dipantau secara berkala, sekaligus akan dijadikan percontohan untuk kegiatan-kegiatan media literasi lainnya.
5. Lahirnya komunitas-komunitas baru yang memiliki minat sama dalam pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Lokasi
Bandung
Dana yang Dibutuhkan
35 Juta Rupiah
Durasi Proyek
Januari – Desember 2012 (satu tahun)