821 - Berkunjung ke Rumah Saridin

Nama Inisiator

Kusen Hadi

Organisasi

Yayasan Umar Kayam

Topik

Meretas batas – kebhinekaan bermedia

Deskripsi Proyek

SARIDIN adalah tokoh unik yang hidup di zaman Sunan Kudus. Dia mempunyai pemahaman agama yang luwes, reflektif, filosofis, dan sekaligus nakal. Saridin merupakan cerita komedi rakyat yang telah mengakar, khususnnya di daerah Pesisir Utara Jawa. Dahulu, cerita Saridin populer dalam tobong-tobong kethoprak karena sebagian terbesarnya jenaka atawa bernuansa lawak. Cerita ini tenggelam bebarengan dengan meredupnya tobong kethoprak karena tidak mampu bersaing dengan mode kemajuan media: biaya tanggapan tinggi, duarasi terlalu lama, dll.
Bersama para pegiat kethoprak yang masih tersisa dan dramaturg (ahli seni pertunjukan modern), akan dilakukan tafsir ulang cerita Saridin, terutama dalam pengemasan yang disesuaikan dengan semangat zaman, semisal: durasi lebih pendek (1 jam), dalam skala sederhana, bisa dimainkan oleh 7-10 personil (bisa mengadopsi model produksi Kethoprak Ringkas atau Kethoprak Pendhapan). Hasil tafsir ulang cerita Saridin akan dipentaskan di komunitas-komunitas pendukungnya (desa dan kampung) dan institusi pendidikan (sekolah/ pesantren) di Jawa Tengah dan DIY sebagai media kampanye ide-ide pluralisme dan kebinekaan dalam berkeyakinan serta beragama. Seluruh proses akan disusun ulang dalam bentuk video dan buku petunjuk. Diharapkan, paket buku dan video ini bisa membantu media-media/ seni-seni tradisi merevitalisasi dirinya, sehingga dapat digunakan sebagai media menyampaikan pesan pemahaman hidup beragama yang bijak. Kritik estetika seharusnya merupakan kritik sosial.

Masalah yang Diangkat

Globalisasi dalam skala wacana dan praktek telah menemui bentuknya. Kita menjadi dekat dengan bagian-bagain dunia yang lain. Tidak saja dalam skala nasional, bahkan regional, dan internasional. Bersamaan dengan meluruhnya sekat-sekat perbedaan yang tidak bisa dicegah itu, muncul ketegangan-ketegangan yang paradoksal. Tiba-tiba saja, banyak orang mengkhianati laju peradaban yang sejatinya adalah perjumpaan dan percampuran. Kemandegan dalam memahami fenomena ini, bagi sebagian terbesar masyarakat, menyebabkan keputusasaan. Dalam wilayah agama misalnya, kita mulai sering mendapati sebuah kelompok meng”halal”kan darah sebagain penganut agama lain.

Solusi

Indonesia mempunyai banyak hal yang berangkat dari tradisi di mana ajaran agama justru sangat luwes, toleran, dan bersifat kontekstual. Tradisi keberagamaan seperti ini merupakan modal sosial (social capital) yang mendukung instalasi demokrasi di Indonesia. Penting kiranya ada sebuah praktek untuk, tidak hanya saling mengenal, namun juga memahami “yang lain”. Teater tradisional, dalam hal ini kethoprak, merupakan media mengenal, memahami, mengapresiasi, mengkomunikasikan, bahkan menafsir ulang keberagaman yang ada di sekitar kita dengan cerdas dan beradab. Berangkat dari sini, Yayasan Umar Kayam berencana mewacanakan ulang sejarah pergulatan Saridin dalam bentuk teater tradisional: Kethoprak.
Pihak yang menerima manfaat adalah pelaku (seniman) dan pegiat kethoprak dimana cerita Saridin masih dimainkan (DIY dan Jateng). Para pegiat revitalisasi seni tradisi sebagai media penyampai ide, terutama permasalahan kebinekaan dalam berkeyakinan dan beragama. 5 komunitas pendukung (desa) dan 3 institusi pendidikan (sekolah/ pesantren (DIY dan JATENG). Para pegiat (perorangan, lembaga, dan komunitas) kebebasan berkeyakinan dan beragama.

Target

Pelaku (seniman) dan pegiat kethoprak dimana cerita Saridin masih dimainkan (DIY dan Jateng). Para pegiat revitalisasi seni tradisi sebagai media penyampai ide, terutama permasalahan kebinekaan dalam berkeyakinan dan beragama. 5 komunitas pendukung (desa) dan 3 institusi pendidikan (sekolah/ pesantren (DIY dan JATENG). Para pegiat (perorangan, lembaga, dan komunitas) kebebasan berkeyakinan dan beragama.

Indikator Sukses

1. Terselesaikannya bentuk kethoprak cerita Saridin yang sudah ditafsir ulang (mudah dimainkan, pemain 7-10 orang, berdurasi < 1 jam, serta menyesuaikan dengan selera kontemporer).
2. Terselenggaranya pertunjukan di 5 komunitas pendukung (desa) dan 3 institusi pendidikan (sekolah/ pesantren).
3. Pertunjukan kethoprak cerita Saridin merebut hati > 50% penonton (melalui survei penonton).
4. Tersusun dan tersebarkannya 1000 eks. buku dan video panduan yang mudah dioperasikan/ diblikasi oleh pegiat-pegiat revitalisasi seni tradisi.

Lokasi

DI Yogyakarta

Dana yang Dibutuhkan

350 Juta Rupiah

Durasi Proyek

April – Agustus 2012 (5 bulan)