Kategori Proyek
akses
Deskripsi Proyek
Situs-situs candi bukanlah cerita sejarah saja. Disatu sisi anak muda (dan pendamping didalamnya) tak pernah luput dari pelajaran sekolah yang mengajarkan ‘cerita-cerita’ menarik diatas kertas; seolah semua selesai dengan mata pelajaran sejarah. Namun, yang diperlukan adalah aktivitas belajar yang terkait dengan praktek-praktek kearifan lokal dan lingkungan alam setempat yang mendukung kemampuan anak muda untuk menyadari, menghayati, menikmati dan menghargai asset-aset budaya sekaligus mengembangkan daya kreativitas mereka. Maka penting untuk melakukan gerakan bersama yang menyentuh hati/rasa dan merangsang inspirasi anak muda untuk berperanserta secara aktif dalam pengelolaan dan pelestarian warisan budaya. Untuk itulah bersama dengan semua pihak yang berkehendak baik menjadi bagian utuh perubahan yang lebih, rencana mengadakan workshop-workshop secara berkala dalam rangkaian panjang agenda yang bertema Budaya untuk Anak Muda: Candi sebagai Pusaka, Pustaka untuk Menjadi Pujangga. Kegiatan pertama sudah dilakukan pada tanggal 28 Desember 2017 - 1 Januari 2018 ini merupakan langkah awal untuk membentukkan suatu sekolah non-formal lingkungan hidup yang berkelanjutan, sumbernya candi dan lingkungan alam desa di berbagai wilayah. Penyusunan kegiatan diharap berdasarkan pada Pengelolaan dan Pelestarian Situs Warisan Dunia yang bersifat ‘pengelolaan pusaka berbasis nilai-nilai' (values-based heritage management) ditambah dengan program lingkungan hidup. Idenya besar menjadikan candi sebagai pusaka, pustaka untuk jadi pujangga. Anak muda terlebih perempuan masih belum terolah dengan baik. kegiatan workshop ini tidak bisa dijamin keberlanjutannya karena terkait dengan sumber dana, meski begitu saya dan teman-teman yang peduli dengan budaya mencoba meniti jalan sempit dan tidak populer ini. Kegiatan ini membangun gerakan sosial dan pondasi awal maka akan diadakan setidaknya 3 kali workshop berkelanjutan selama 9 bulan
Latar Belakang Proyek
Menyadari bahwa di seluruh pelosok Indonesia adanya situs-situs pusaka alam yang kaya akan berbagai keanekaragaman hayati (biodiversity) dan ribuan situs cagar budaya beserta bentuk-bentuk warisan budaya berupa benda dan takbenda (tangible and intangible cultural heritage) – sangat penting anak muda bisa mendapatkan ilmu pengetahuan praktis dan keterampilan untuk memastikan kemampuannya untuk berperanserta dalam ‘identifikasi, perlindungan, penyajian, dan penafsiran bangunan, situs atau kawasan pusaka yang ada di lingkungannya’ (lihat ICOMOS, 2005 Xi’an Declaration). Jika berbicara tentang kearifan lokal, Indonesia sangat kaya, baik dalam warisan budaya berupa benda mulai dari situs, bangunan dan monumen bersejarah buatan manusia hingga pusaka saujana maupun warisan budaya takbenda seperti tradisi lisan, seni pertunjukan, adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, dan kemahiran kerajinan tradisional. Hingga kini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan 962 situs sebagai cagar budaya; sedangkan lebih dari 6,500 elemen warisan budaya takbenda telah dicatat dan sebanyak 594 ditetapkan. Data terkini dari UNESCO – sebanyak 8 properti telah ditetapkan pada World Heritage List, yakni 4 dalam kategori warisan alam dan 4 dalam kategori warisan budaya. Sedangkan 7 elemen telah ditetapkan pada Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.
Masalah yang Diangkat
1. Belum adanya wahana belajar untuk anak muda terkait dengan kearifan lokal dan lingkungan alam di kawasan cagar budaya secara interdisipliner yang memetik dari bidang arkeologi, arsitektur, kesenian, ilmu lingkungan hidup, dan praktek sosial-budaya sehari-hari masyarakat setempat; 2. Kurangnya minat dan keterampilan anak muda untuk menjelajahi situs-situs candi serta lingkungan alam sebagai budaya (tidak hanya bahan rekreasi); 3. Belum adanya komunitas atau jaringan pembelajaran secara khusus untuk ‘heritage’ yang melakukan langkah nyata berdasarkan semangat gotong royong dan memperjuangan kesetaraan gender 4. Dialog terbuka lintas generasi secara berkala dengan komunitas lokal dekat situs-situs cagar budaya.
Indikator Sukses
1. Adanya wahana belajar untuk anak muda terkait dengan kearifan lokal dan lingkungan alam di kawasan cagar budaya secara interdisipliner yang memetik dari bidang arkeologi, arsitektur, kesenian, ilmu lingkungan hidup, dan praktek sosial-budaya sehari-hari masyarakat setempat; 2. Tumbuhnya minat dan keterampilan anak muda (khususnya feminis muda) menjelajahi situs-situs candi serta lingkungan alam; 3. Adanya komunitas atau jaringan pembelajaran secara khusus untuk ‘heritage’ yang melakukan langkah nyata berdasarkan semangat gotong royong; dan dan memperjuangan kesetaraan gender 4. Adanya dialog terbuka secara berkala dengan komunitas lokal dekat situs-situs cagar budaya.
Dana yang Dibutuhkan
Rp.300 Juta
Durasi Proyek
9 bulan