1088 - Sukha & Dukkha: Pertunjukan Kolaborasi, Edukasi & Advokasi

Nama Inisiator

Galuh Pangestri Larashati

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

5 tahun

Contoh Karya

IMG-20170516-WA0022.jpg

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Setelah hampir tiga tahun mempelajari tari Jaipong, Wulan Sriwenda dapat menarikan lima tarian dan telah tampil di 50 panggung pertunjukan. Baik itu dalam pentas lokal kerakyatan, mau pun dalam panggung acara nasional yang diselenggarakan di kota Bandung. Pergelaran tari mengambil kata “Sukha” dan “Dukkha” yang berasal dari bahasa Sansekerta, lalu diserap Bahasa Indonesia menjadi “suka” dan “duka”. Sukha bermakna kebahagiaan, kesenangan jiwa, kesejahteraan. Sedangkan Dukkha berarti penderitaan, rasa sakit, ketidakpuasan, kesulitan. Sukha dan Dukkha merupakan judul yang tepat untuk menggambarkan isi pertunjukan tari yang memuat dinamika perjuangan seorang perempuan dengan disabilitas untuk mendapakan tempat di tengah masyarakat. Pertunjukan Sukha & Dukkha berbentuk pagelaran yang melibatkan seniman bidang tari, musik, juga videografi.

Latar Belakang Proyek

Seni meningkatkan prestasi dan eksistensi diri, karena itulah sangat bermanfaat untuk mengedukasi penyandang disabilitas melalui kesenian. Seni membuat keterampilan motorik yang bagus dan rileks bagi penyandang disabilitas. Dan menari merupakan elemen penting untuk mengembangkan keterampilan motorik penyandang disabilitas yang baik selain terapi. Seni melatih kepercayaan diri yang tinggi. Ketika seorang penyandang disabilitas berani naik ke atas panggung dan bernyanyi atau menari di hadapan orang banyak, maka respon positif orang di sekitarnya akan membuat rasa percaya dirinya tumbuh. Rasa percaya diri tersebut banyak memberikan manfaat untuk edukasi penyandang disabilitas di masyarakat dan ruang publik begitu juga sebaliknya. Seni mengajarkan cara berinteraksi dan berkolaborasi dengan berbagai macam orang. Aktivitas kesenian mewadahi kebutuhan edukasi penyandang disabilitas untuk membuat ide, menafsirkan, mengkritik, dan menggunakan informasi visual, motorik serta membuat keputusan tentunya juga berani melakukan kolaborasi bersama. Seni bagi penyandang disabilitas adalah metode untuk belajar dan bereksplorasi agar tumbuh kreatifitas tumbuh berkembang secara optimal.

Masalah yang Diangkat

Tema disabilitas memuat persoalan hak asasi manusia. Sebagai bagian dari persoalan kesetaraan jender, perempuan dengan disabilitas mengalami ketimpangan sosial yang signifikan dalam masyarakat. Perempuan dengan disabilitas adalah kelompok yang diyakini mengalami diskriminasi ganda yaitu sebagai perempuan juga sebagai penyandang disabilitas. Kondisi seperti ini menjadi lebih buruk ketika lingkungan fisik dan masyarakat sekitar tidak mendukung perempuan dengan disabilitas untuk berpartisipasi aktif dalam segala aspek kehidupan. Stigma yang melekat sebagai perempuan yang lemah, tidak layak membangun keluarga, tidak bisa diberi tanggungjawab serta banyak lagi hal negatif terhadap perempuan dengan disabilitas membawa pengaruh pada terbatasnya akses perempuan dengan disabilitas untuk mendapat layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang layak, sulit berkreasi, dan banyak hambatan lainnya dalam usaha aktualisasi diri. Lebih jauh, kondisi ini membawa dampak negatif bagi perempuan dengan disabilitas seperti dikucilkan dari masyarakat, menjadi beban bagi anggota keluarga karena diasumsikan tak mampu mandiri. Sementara itu, yang perlu dilakukan adalah menyadari bahwa kebutuhan setiap individu berbeda satu sama lainnya, begitu pula kebutuhan para penyandang disabilitas. Aksi nyata untuk memperluas kesempatan tak cukup dengan hanya memahami persoalan dengan baik, tapi juga memberi dukungan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, tentu banyak para penyandang disabilitas yang mampu berkembang dengan baik.

Indikator Sukses

1. Pertunjukan Sukha & Dukkha menjadi pemantik memunculkan awareness di masyarakat mengenai isu disabilitas yang disandang oleh perempuan. 2. Kampanye awareness mengenai isu disabilitas terus berlanjut pasca pertunjukan. 3. Persoalan yang dialami oleh para penyandang disabilitas lebih cepat ditangkap oleh pemirsa dengan tingkat pendidikan yang baik. Diharapkan para tokoh pendidikan dapat ikut memperhatikan permasalahan ini. 4. Coverage media tak hanya dalam bentuk peliputan acara, tapi menyasar beberapa media nasional untuk melakukan reportase mendalam mengenai persoalan yang dialami difabel. 5. Para pemangku kebijakan birokrasi mengimplementasikan aturan mengenai hak-hak difabel secara riil.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.138 Juta

Durasi Proyek

6 bulan