1105 - Persembahan untuk Sang Ratu

Nama Inisiator

Karina Roosvita Indirasari

Bidang Seni

audiovisual

Pengalaman

15 tahun

Contoh Karya

CV dan Portfolio Karina Roosvita - Maret 2018.pdf

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Persembahan Untuk Sang Ratu merupakan proyek pembuatan film dokumenter ekperimental mengenai Ratu Pantai Selatan atau Kanjeng Ratu Kidul, penguasa pesisir selatan Jawa, dengan durasi 20-30 menit. Film ini bekerja sama dengan pembuat boneka Vicky Gerrard (Inggris) dan Dewi Novitasari (videomaker /Solo). Kisah dibuka dengan tarian Bedhaya Ketawang yang ditarikan saat memperingati jumenengan Susuhan Pakubuwono Solo. Tarian mistis dan sakral ini merupakan persembahan untuk Kanjeng Ratu yang sangat berperan dalam berdirinya kraton Mataram. Tarian ini adalah bukti tertua kisah Ratu Pantai Selatan, digubah atas permintaan Sultan Agung. Kisah kemudian mengalir mengikuti pernyataan juru kunci Kraton Solo mengenai Kanjeng Ratu Kidul, penelusuran dongeng Jaka Tarub, penggalan Babad Tanah Jawi hingga pernyataan pelaku pembangunan di sepanjang pantai Selatan mengenai mitos Kanjeng Ratu Kidul. Riset sudah dimulai tahun 2016 sebagai bagian dari Proyek Pencarian Ratu Pantai Selatan yang dipresentasikan di Kunci Cultural Studies Center, Yogyakarta, Maret 2017 dan akan dimulai lagi Juni 2018. Produksi film dan karya dimulai setelah riset selesai. Harapannya film jadi bulan Desember 2018, dan berkeliling diputar di tempat publik selama 2 bulan dan diakhiri dengan pameran di galeri berupa foto, film dokumenter eksperimental, performance dan sandiwara boneka, pada bulan Februari 2019.

Latar Belakang Proyek

Ketertarikan mengenai Ratu Pantai Selatan dimulai tahun 2016, didasari keprihatinan terhadap permasalahan yang berkembang di sepanjang pesisir Selatan Jogja, yaitu berkembangnya industri pariwisata, tambang pasir besi dan pembangunan New Yogyakarta International Airport. Sosok Ratu Pantai Selatan muncul sebagai subyek untuk mendalami masalah sensitif tersebut. Riset dimulai bersama Vicky Gerrard menggunakan mobil studio berjalan. Riset waktu itu bertujuan untuk melihat bagaimana mitos Ratu Pantai Selatan berguna dalam kehidupan sehari-hari. Tujuh hari kami menyusuri pantai di KulonProgo dan Bantul mengumpulkan pernyataan penduduk dari berbagai latar belakang mengenai Kanjeng Ratu Kidul. Hasil penelitian yang telah dipresentasikan menyatakan bahwa mitos berguna untuk membicaraan keamanan dan keberkahan. Berangkat dari situ, proyek ini akan memperdalam riset dan mengambil gambar langsung di kawasan konflik. Setelah jadi film ini akan diputar berkeliling ke tempat-tempat di mana film dibuat, untuk membuka dialog yang lebih dalam dengan warga terdampak. Film dan hasil feed back kemudian akan dibawa ke ruang pamer, untuk menjangkau publik yang lebih luas. Selain berhubungan dengan masalah sosial tersebut, film ini merupakan upaya personal untuk terus mempertanyakan identitas ke-Jawa-an saya yang lahir dan tumbuh di jaman yang terus berkembang.

Masalah yang Diangkat

Kawasan pesisir selatan Jawa khususnya Jogja terus berubah. Kawasan yang tadinya disakralkan oleh mitos Ratu Pantai Selatan, kini dibuka selebar-lebarnya untuk berbagai kepentingan. Garis pantai DI Jogjakarta terbentang sepanjang 113.000,00 km dengan kurang lebih 69 pantai di Gunungkidul, 10 di Bantul, 5 di KulonProgo yang dibuka. Perlahan warga mulai merasakan dampaknya. Ada kawasan yang menjadi milik pribadi, tambang pasir besi dibuka, bandara sedang dibangun. Warga terancam kehilangan tanahnya. Namun untuk membicarakan masalah sensitif ini tidak mudah karena banyak pihak yang terlibat. Proyek film eksperimental ini muncul untuk mencari metode alternatif, menggunakan mitos sebagai kendaraan untuk membicarakan masalah sensitif dengan lebih rileks, untuk mengalirkan cerita yang jujur dan spontan, sebagai salah satu upaya untuk mengembalikan kesakralan mitos Ratu Pantai Selatan, agar manusia menyadari pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sebagai bagian dari lingkaran kehidupan. Bagian pertama riset ini sudah selesai, dan saat ini sedang persiapan untuk riset tahap berikutnya. Kendala yang dihadapi adalah rusaknya peralatan utama yang digunakan untuk produksi, seperti kamera, lensa dan laptop karena faktor umur dan pemakaian yang terus menerus. Melalui proposal ini saya mengajukan bantuan akses pembelian peralatan agar produksi dapat terus berlanjut dan selesai tepat waktu.

Indikator Sukses

Suksesnya proyek diukur melalui: Pertama, terselesaikannya film yang berdurasi 25-30 menit ini dengan baik. Proses pembuatan film akan memakan waktu 5 bulan (satu bulan riset dan perencanaan, dua bulan pengambilan gambar, dua bulan editing dan finalizing). Kedua: membawa film dalam memutaran keliling secara cuma-cuma di pantai pesisir selatan Jogja dengan melibatkan narasumber dan komunitas-komunitas pesisir, baik petani, nelayan dan anak muda dengan menggunakan film ini sebagai pemantik untuk mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang terjadi di sepanjang pesisir Pantai Selatan. Pemutaran akan menggunakan studio berjalan dan memakan waktu 2 bulan terutama dengan kunjungan ke 3 wilayah yang sedang mengalami masalah. Tujuan dari pemutaran keliling ini adalah membawa film ini untuk melakukan dialog terhadap narasumber riset dan menjadi refleksi terhadap peristiwa-peristiwa penting yang sedang dan akan membawa perubahan pada lingkungan dan kehidupan di sepanjang Pesisir Selatan Jogja. Ketiga: melakukan pameran di salah satu galeri di Jogjakarta, di bulan Februari 2019, dengan materi karya seni, film dokumenter ini, foto-foto, hasil diskusi dan dialog yang terjadi selama pemutaran. Tujuan dari pameran adalah untuk mengabarkan permasalahan yang terjadi di kawasan pesisir pada warga yang lebih luas sehingga karya ini dapat berperan sebagai pemantik kesadaran (refleksi) akan permasalahan-permasalahan penting yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.132 Juta

Durasi Proyek

8 bulan