1133 - LABORATORIUM SENI SHERLILAB

Nama Inisiator

SHERLI NOVALINDA

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

15 TAHUN

Contoh Karya

MENITI JEJAK tUBUH sherlilab.mp4

Kategori Proyek

akses

Deskripsi Proyek

Saya telah lama bercita-cita membangun sebuah “ruang” berkesenian dan pemberdayaan di kota Padangpanjang. Di sini telah ada Gedung M. Syafei dimana dulunya Hoerijah adam juga belajar disana namun sekarang telah berubah fungsi utuk kegiatan-kegiatan pernikahan, seremonial dan komersil. laboratorium seni ini merupakan sebuah ruang/wadah bagi perempuan dari kalangan manapun, seniman dari disiplin apapun dan masyarakat dari segala umur untuk bertemu, berkarya, berdiskusi, belajar bersama, menonton pertunjukan ataupun sekedar meluangkan waktu menyaksikan proses berkesenian. tujuan utamanya adalah membantu dan mengupayakan terbangunnya 4 pilar kesenian yang sehat di kota Padangpanjang. berkarya dan mendampingi seniman muda untuk mampu berkarya dan mempresentasikan karya-karya mereka, mendukung para pengkaji seni untuk menulis, mengkaji dan menjadi kritikus yang berwibawa, mendukung siapapun yang tertarik untuk menekuni bidang manajemen seni dan menjadi produser serta membangun penonton yang apresiatif. berbagai kegiatan seperti workshop, sharing, saling berbagi pengalaman dan mengundang ahli dapat dilakukan. selain itu sebagai seniman perempuan yang intens berkarya hingga hari ini saya merasakan betúl bagaimana sulitnya tidak memiliki ruang berkarya, menyewa studio senam, ruko koperasi hingga gedung TNI sudah pernah saya lakukan selebihnya saya juga berebut ruangan dengan mahasiswa tari yang juga sangat kekurangan ruangan. Hal ini sangat dipastikan memberikan perubahan yang besar.

Latar Belakang Proyek

Gagasan ini telah menjadi kegelisahan saya semenjak 15 tahun yang lalu, tepatnya beberapa tahun setelah saya memasuki dunia tari. Seni khususnya tari tidak bisa tidak menyebut dua diantara nama perempuan Sumatera Barat dalam perjalan dan perkembangan tari di Indonesia, yaitu Hoerijah Adam dan Gusmiati suid. Mereka telah membuktikan bahwa perempuan mampu berkarya, mengubah keadaan dan menyampaikan pemikiran melalui tari. Menariknya, kedua perempuan tersebut dikenal setelah memutuskan hijrah ke ibukota dan menelurkan karya-karya mereka di sana. Saya melihat pertalian penting fenomena ini dengan apa yang saya amati dan alami sendiri sebagai koreografer perempuan terutama di Sumatera Barat. Berbagai persoalan seniman perempuan nyata adanya seperti yang hanya terjebak sebagai “imitator” para pendahulunya, berhenti berkarya setelah menikah, tidak mampu mengikuti perkembangan dan mengekspresikan gagasan-gagasan mereka, minangsentris, kekurangan fasilitas berkarya dan kungkungan adat istiadat serta pandangan sempit terhadap seni. Kita bisa melihat alasan bagaimana akhirnya kedua tokoh pelopor diatas kemudian pindah ke Jakarta dengan tidak menampik adanya alasan personal lainnya. Lalu pertanyaannya, tidak bisakah perempuan berkarya di daerah? Project ini akan menjawab pertanyaan tersebut dan menawarkan solusi berdasarkan pengalaman pribadi dimana saya sendiri telah berkarya di daerah selama kurang lebih 15 tahun dan mengalami apa yang dialami seniman perempuan khususnya di padangpanjang.

Masalah yang Diangkat

Seperti yang saya jelaskan di latar belakang, penyebab yang saya temukan adalah seniman khususnya tari di kota Padangpanjang, berkarya dalam kehidupan kesenian yang tidak “sehat”. Menurut Sal Murgiyanto, kehidupan tari yang sehat memerlukan 4 pilar utama yakni, seniman pelaku dan pencipta; penonton yang apresiatif; produser/managemen seni dan kritikus yang berwibawa. 3 pilar terakhir sama sekali tidak terbangun atau bisa dikatakan hampir tidak ada. Sudah tak terhitung berbagai karya yang lahir dan sangat jarang terwacanakan dengan baik, hanya ditonton oleh kalangan sendiri serta pandangan konservatif yang masih menggunakan manajemen tradisional sehingga sangat sulit untuk muncul ke permukaan. Sementara, dengan berdirinya sebuah perguruan tinggi seni di kota ini SDM di bidang tari melimpah namun kenyataannya sangat berbanding terbalik dengan jumlah seniman maupun pengkaji seni yang lahir. Yang saya amati Kunci dari semuanya adalah tidak adanya “ruang” yang representatif di kota Padangpanjang dimana perempuan, seniman dan juga masyarakat pada umumnya bisa bertemu, berkarya, berdiskusi, menampilkan/memamerkan karya dan menonton karya. Hal tersebut saya alami langsung selama berkarya. Untuk mengatasi persoalan tersebut diperlukan sebuah wadah/ruang dimana semuanya bisa dijalankan dan ruang itulah LABORATORIUM SENI SHERLILAB yang akan bergerak dan memfasilitasi lahirnya seniman pencipta, kritikus yang berwibawa, membangun penonton dan manajemen yang baik.

Indikator Sukses

Ukuran keberhasilan proyek ini adalah terbangunnya sebuah ruang/wadah berkesenian di kota Padangpanjang yaitu LABORATORIUM SENI SHERLILAB dan melakukan kegiatan pertama yaitu mewadahi sosialisasi dan pertemuan seniman perempuan se- Padangpanjang sebagai Langkah awal.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.490 Juta

Durasi Proyek

6 bulan