1185 - Perempuan-perempuan Penyelamat Benih

Nama Inisiator

Hayu Dyah Patria Astuti

Bidang Seni

penelitian

Pengalaman

15 tahun

Contoh Karya

Kategori Proyek

riset_kajian_kuratorial

Deskripsi Proyek

Perempuan Penyelamat Benih adalah proyek dokumentasi film dan buku yang mengilustrasikan perjuangan yang dihadapi oleh para perempuan penyelamat benih di Indonesia. Peran yang dimainkan oleh perempuan dalam penyelamatan benih sangat krusial karena mereka adalah pengelola keanekaragaman hayati sejati. Perempuan telah mengembangkan dan memuliakan aneka jenis tumbuhan jauh lebih banyak daripada benih yang dikembangkan oleh perusahaan benih saat ini melalui ketrampilan yang diwariskan secara turun-temurun. Proyek ini diperlukan karena saat ini benih di Indonesia telah dikomodifikasi oleh segelintir perusahan multinasional dan menjadi sekedar komoditas. Namun di mata perempuan benih lebih dari itu; di dalam benih tersimpan informasi tentang kebudayaan, ilmu pengetahuan, alam dan juga harapan masa depan. Ketika benih hanya menjadi komoditas akibatnya perempuan kehilangan peran dalam sistem pangan dan hanya dianggap sebagai buruh di lahan. Dampak lain adalah pola tanam monokultur yang memaksa orang untuk mengonsumsi beberapa jenis makanan saja sehingga menyebabkan ketidakseimbangan alam dan berbagai masalah kesehatan. Proyek ini dimotori oleh Hayu, seorang aktivis pangan dan pertanian agroekologi yang telah menginisiasi berbagai gerakan di tingkat lokal hingga internasional dan berkolaborasi dengan Michael Swaigen, seorang sinematografer dan produser film yang telah memenangi penghargaan. Metode yang dilakukan untuk menggali informasi adalah melalui penelusuran dokumentasi, wawancara, riset sejarah dan literatur serta FGD.

Latar Belakang Proyek

Sistem pertanian industrialis dimonopoli oleh beberapa perusahaan besar yang menguasai aspek-aspek strategis seperti benih, pestisida-herbisida dan pupuk. Setiap musim tanam salah satu pengeluaran terbesar adalah pembelian benih. Ada perbedaan cara pandang terhadap benih antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki memusatkan perhatian mereka pada komoditas tanaman yang bisa dijual, sementara perempuan memanfaatkan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan untuk menjamin penghidupan keluarga mereka. Di tangan perempuan pemuliaan benih adalah gabungan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sekelompok perempuan berusia lanjut di Flores mengungkapkan perasaan mereka ketika kehilangan ratusan benih warisan (heirloom) karena praktek Revolusi Hijau, dengan menggambarkannya seolah mereka kehilangan jiwa mereka. Ini bisa dimengerti karena koleksi benih warisan mereka tidak hanya saja benih tanaman pangan, namun juga benih tanaman obat-obatan, pewarna, kain dan lain-lain.  Perempuan juga memiliki teknologi tersendiri dalam memuliakan dan menyimpan benih dan memutuskan benih apa yang harus mereka kembangkan setiap tahun untuk menghidupi keluarga mereka. Namun ketrampilan ini tidak lagi diturunkan, tidak hanya karena benih-benih warisan tersebut sudah hilang, namun juga sistem pertanian saat jni hanya memberi ruang pada komoditas bernilai ekonomis tertentu seperti palawija dan menganggap tanaman-tanaman yg dikembangkan oleh perempuan-perempuan ini sebagai tanaman yang tidak berharga, walau sebenarnya tanaman-tanaman "tidak berharga" inilah yang telah menopang kehidupan manusia selama ratusan tahun.

Masalah yang Diangkat

Kami ingin menunjukkan kepada masyarakat bahwa perempuan juga adalah makhluk ilmu pengetahuan sekaligus penjaga alam dan budaya. Pengetahuan mereka mengenai tumbuh-tumbuhan dan bagaimana melestarikannya dengan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari adalah salah satu contoh bahwa pengetahuan yang mereka miliki berharga, termasuk pengetahuan mereka dalam memuliakan ratusan jenis tumbuh-tumbuhan. Mereka tidak peduli apakah tumbuh-tumbuhan itu akan berubah menjadi komoditas bernilai ekonomis tinggi atau tidak, yang mereka pedulikan adalah tumbuh-tumbuhan itu berguna untuk menopang kehidupan mereka dan keluarga mereka sehingga untuk itu mereka terus mengembangkannya dan alam telah menjadi laboratorium hidup mereka selama ratusan tahun. Sistem pertanian industrialis yang menekankan sistem pertanian monokultur juga telah berhasil memonokulturkan kebudayaan pangan dan pemikiran manusia di Indonesia. Melalui proyek ini kami ingin menunjukkan bahwa keragaman adalah kunci dalam sebuah kebudayaan. Kami juga ingin menunjukkan keterkaitan antara isu-isu global seperti perubahan iklim, politik benih, politik pangan, kemiskinan dengan realita yang terjadi di tingkat lokal dengan mengambil pintu masuk melalui isu benih. Sehingga dengan demikian akan terlihat jelas keterkaitan antara satu isu dengan isu yang lain. Tiga bulan pertama akan kami gunakan untuk melakukan riset, trimester kedua dan ketiga akan dimulai pengambilan gambar dan pengumpulan informasi serta memulai proses penulisan buku dan penyuntingan film.

Indikator Sukses

Proyek ini akan berhasil jika: 1. Film berhasil diproduksi dan diputar di berbagai komunitas petani perempuan di berbagai daerah di Indonesia dan menginspirasi mereka untuk terus menyelamatkan benih dan memuliakan tanaman. 2. Film berhasil menginspirasi perempuan petani yang belum memiliki ketrampilan memuliakan benih untuk belajar ketrampilan tersebut. 3. Film berhasil menginspirasi audiens umum untuk menghargai potensi keragaman hayati Indonesia. 4. Berhasil membuka mata publik mengenai pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh perempuan dalam pemuliaan tanaman/benih dan mengakui kemampuan mereka. 5. Buku yang berisikan informasi praktis mengenai cara-cara pemuliaan tanaman/benih yang didapat dari para perempuan di berbagai daerah berhasil ditulis. 6. Buku menjadi panduan bagi siapa pun yang ingin melakukan pemuliaan tanaman/benih berbasis keragaman hayati. 7. Terjalin kerjasama dalam jangka waktu panjang dengan para perempuan ini sehingga mereka bisa terus menularkan pengetahuan dan ketrampilan mereka kepada perempuan-perempuan lain.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.600 Juta

Durasi Proyek

9 bulan