1190 - Menganyam 1000 Asa di Malinggai Uma

Nama Inisiator

wira hospita

Bidang Seni

lainnya

Pengalaman

mulai tahun 2013

Contoh Karya

mentawai 1.jpg

Kategori Proyek

lintasgenerasi

Deskripsi Proyek

Menganyam 1000 Asa di Malinggai Uma adalah Program Pendampingan Pemberdayaan Perempuan (kelompok kerajinan) dalam menciptakan kerajinan tangan menggunakan sumber daya lokal untuk meningkatkan perekonomian rumah tangga serta melestarikan tradisi kebudayaan asli di Wilayah Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Masyarakat Mentawai dalam kesehariannya juga tidak pernah lepas dari keberadaan uma-nya. Malinggai Uma yang merupakan rumah tradisonal Suku Mentawai, yang dijadikan sebagai pusat berkegiatan bagi masyarakat setempat, baik dalam ritual adat maupun acara tradisional setempat. Maka dalam program ini, Malinggai Uma disimbolkan sebagai sebuah wadah atau ruang bagi perempuan Mentawai berkarya. Dalam pelaksanaan program ini, ada 8 (delapan) tahapan pelaksanaan yang terdiri dari Tahapan Sosialisasi Program, Tahapan Pelatihan Pengembangan Inovasi Desain Produk dan Motif, Pelatihan Pengemasan Produk Kerajinan, Pelatihan Pemasaran dan Publikasi Produk, Pelatihan Manajemen Organisasi Kelompok, Tahap Evaluasi Program, Tahap Monitoring, Tahap Pembuat Laporan dan Kontroling.

Latar Belakang Proyek

Perempuan memiliki kedudukan dan peranan yang setara dengan laki-laki dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, dengan kata lain perempuan adalah mitra sejajar dengan laki-laki. Program pemberdayaan perempuan adalah upaya sistematis dan terencana untuk mencapai kesetaraan tersebut. Dengan pemberdayaan itu, perempuan dapat meningkatkan kualitas dirinya sehingga dapat mandiri dan sejahtera. Dalam upaya tersebut, maka terinisiasi Program Menganyam 1000 Asa di Malinggai Uma. Terfokus kepada kearifan lokal masyarakat, khususnya perempuan dalam menganyam rotan menjadi barang bernilai ekonomis, menstimulan agar masyarakat memberikan apresiasi yang lebih terhadap ruang berekspresi dan berkarya bagi perempuan Mentawai, sehingga berdayaguna dan mandiri. Didukung dengan sumber hutan alam yang melimpah berupa rotan, masyarakat Mentawai menggantungkan keperluan perkakas rumah tangganya dari hasil hutan tersebut. Mulai dari perkakas untuk mengangkut hasil buruan, perkakas menangkap ikan, perkakas harian seperti tikar dan tempat rempah-rempah, hingga aksesoris gelang letcu. Sayangnya, perkakas tersebut hanya sebatas kebutuhan harian masyarakat saja, padahal produk hasil rotan ini bisa dijadikan sebagai komoditas yang bernilai ekonomis tinggi, jika ditangani dan dikelola dengan optimal. Untuk itu, program Menganyam 1000 Asa di Malinggai Uma ada, guna membantu dan mewadahi masyarakat khususnya perempuan mentawai untuk berkarya dan mengoptimalkan potensi tersebut.

Masalah yang Diangkat

Pada Suku Mentawai, laki-laki memiliki peran yang sangat dominan. Contohnya, laki-laki diposisikan sebagai satu–satunya sumber penghasilan keluarga, mulai dari berburu hingga bercocok tanam. Posisi perempuan hanya diletakan sebagai yang mengurusi keluarga. Meskipun begitu, pada posisi tertentu perempuan tidak saja berdiam diri di dalam uma (rumah) saja. Ketika laki-laki berburu binatang di hutan, apa yang perempuan lakukan? Ternyata, di saat laki-laki berburu, para perempuan bersama anak-anak bertugas menyiapkan perkakas berburu, seperti membuat oore (anyaman keranjang rotan untuk membawa hasil hutan). Keahlian menganyam didapatkan secara turun temurun, yang difungsikan sebagai kemampuan dalam menyiapkan kebutuhan rumah tangga. Permasalahanya terletak pada, keahlian tersebut hanya sebatas pemenuhan kebutuhan rumah tangga saja. Padahal, potensi tersebut dapat dikembangkan sehingga tidak sekedar menjadi perkakas rumah tangga, melainkan bisa menjadi barang yang bernilai ekonomi tinggi. Tidak hanya itu, tidak adanya market sebagai wadah penjualan, merupakan penghambat lainnya, ketika perempuan telah bisa berkarya dan berinovasi, namun karya tersebut hanya tersimpan di dalam gudang rumah atau galeri setempat saja. Tidak adanya stimulan pola pikir dalam sudut pandang berkerajinan dan berusaha, Menjadi faktor peghambat bagi pengembangan potensi. Untuk menyikapinya, maka perlu adanya program pendampingan yang mampu mendorong mereka untuk lebih berinovasi dalam berkarya dan berusaha.

Indikator Sukses

1. Adanya akses dan wadah bagi perempuan di Siberut Selatan, Mentawai dalam mengikuti petunjuk dan pelatihan menganyam rotan menjadi produk seni yang bernilai jual tinggi. 2. Adanya perubahan mainset masyarakat yang sudah memulai memahami bahwa perempuan adalah partner sejajar laki-laki, untuk saling berdayaguna. Sehingga perempuan diberi ruang waktu untuk berkarya. 3. Adanya apresiasi berbentuk link penjualan sebagai market (berbasis e-market dan konvensional) dari hasil karya perempuan di Siberut Selatan, Mentawai. Dan kelompok pengerajin dapat mengoperasionalkan web untuk penjualannya. 4. Adanya perubahan bentuk hasil olahan anyaman, mulai dari variasi desain hingga motif yang dibuat oleh kelompok pengerajin. 5. Kelompok pengerajin, dapat mengelola kelompoknya secara berdaya dan berkelanjutan.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.161 Juta

Durasi Proyek

4 bulan