126 - Balian Bawe: Tuturan, Siasat, dan Resistensi

Nama Inisiator

Rassela Malinda

Bidang Seni

penelitian

Pengalaman

2 Tahun

Contoh Karya

Siasat-Rassela Malinda.docx

Kategori Proyek

riset_kajian_kuratorial

Deskripsi Proyek

Penelitian ini adalah sebuah ziarah untuk menelusuri, menggali, mendokumentasikan, dan merevitalisasi pengetahuan dan praktek pengobatan Balian Bawe di Kalimantan Timur. Balian sendiri merupakan sebuah tradisi pengobatan yang melandaskan dirinya kepada pengetahuan, kemampuan, keyakinan, dan kosmologi lokal masyarakat Dayak. Kata Balian sekaligus juga digunakan untuk menyebut orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam melakukan ritual Balian. Penelitian ini akan dilakukan melalui wawancara mendalam untuk mendapatkan native’s point of view dari subyek kebudayaan yang diteliti, dengan menggunakan metode etnografi. Hasil dari wawancara ini akan dilengkapi dengan studi pustaka dan dokumen yang relevan . Penelitian lapangan akan dilakukan selama 3-4 bulan penuh, di mana peneliti akan tinggal bersama 3 orang Balian Perempuan (live in) yang merepresentasikan beberapa identitas etnis yang hidup di bumi Borneo, yakni: Dayak, Kutai, Bugis dan Bajau. Kami akan menggali tuturan Balian Bawe yang masih mempertahankan dan menjalankan peran dan fungsinya di tengah-tengah situasi kompleksitas yang mendera Kalimantan Timur: eksploitasi besar-besaran sumber daya alam yang mengancam jagad kosmologi para Balian dan modernisasi yang abai dalam menghormati perangkat nilai-nilai historis leluhur, serta sejarah panjang marjinalisasi, kolonialisasi, dan gempuran agama-agama langit (baca: resmi) di tanah Borneo yang menyingkirkan para Balian ke sudut paling pojok ruang hidup mereka.

Latar Belakang Proyek

Pada 9-13 Mei 2017, terlaksanalah lokakarya Pulau Kalimantan dengan tema: “Ekosida Kalimantan: Tuturan dari Pedalaman”. Ini adalah kerja bersama beberapa lembaga : Sajogyo Institute, Naladwipa Institute Samarinda, JATAM, dll. Lokakarya tersebut adalah rangkaian proses pertukaran catatan antar pegiat Kalimantan dengan para juru tutur pengetahuan Kalimantan, yakni para Balian Bawe tersebut. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk membuka kesadaran kritis atas kegentingan krisis yang dihadapi warga tanah Borneo, yang salah satu penyebabnya adalah eksploitasi habis-habisan sumber daya alamnya. Salah satu agendanya adalah kunjungan lapang singkat ke situs-situs, di mana para Balian Bawe ini bekerja. Saya adalah salah satu peserta dalam proses ini. Perjumpaan singkat bersama para Balian Bawe tersebut meninggalkan kesan yang amat mendalam. Setelah itu, kami diminta menulis catatan singkat, dan saya memilih untuk menuliskan –dengan sangat terbata-bata-- tentang satu proses yang saya sebut “siasat dan resistensi”. Saya menyaksikan bagaimana mereka bersiasat dan sekaligus meresistensi banyak hal: hegemoni negara, ekspansi kapital dan penghisapan SDA, modernisasi, dan marjinalisasi agama leluhur mereka. Semua ini berlangsung bersamaan di komunitas di mana para Balian Bawe ini hidup dan menjalankan ritusnya. Hal ini mendorong saya untuk menjadi Juru Catat atas situasi, kompleksitas, perjuangan dan life story subyek Balian Bawe tersebut.

Masalah yang Diangkat

Balian Bawe (Balian Perempuan) adalah salah satu tradisi “shamanisme” yang menghubungkan dunia atas (langit;dunia para Dewata) dengan dunia tengah (bumi; dunia para makhluk). Dalam konteks inilah para Balian Bawe menempati posisi yang sangat sentral dalam segenap kehidupan komunitas Dayak. Namun, saat ini seiring dengan kolonialisme panjang yang dilanjutkan dengan rezim pembangunanisme dan modernisasi, menjadikan (tradisi) Balian Bawe dimaknai secara bias dan sangat sempit, yakni hanya sekedar tradisi pengobatan (herbal) saja. Selain kolonialisme dan pembangunanisme, eksploitasi sumber daya alam bumi Kalimantan adalah penyebab utama proses penyempitan dan peminggiran makna Balian Bawe. Kekokohan eskistensi Balian Bawe akan merintangi jalan untuk menjarah kekayaan bumi Kalimantan, sebab jantung tradisi Balian Bawe ini bersemayam di hutan-hutan, di goa-goa, di mana SDA itu berada. Dalam kaitan inilah kita dapat memahami betapa massif dan terstrukturnya serangan yang dialamatkan ke (tradisi) Balian Bawe ini, khususnya di era “kolonialisme” Orde Baru. Dalam konteks inilah revitalisasi dan penguatan kembali tradisi dan peran para Balian Bawe menjadi penting dan relevan. Dan ini harus dimulai dengan riset yang mendalam dan berpihak, yang menjadikan para Balian Bawe ini sebagai subyek yang berdiri kokoh dan bersuara lantang untuk menegaskan identitas dan meneguhkan kembali pengetahuan lokalnya.

Indikator Sukses

Penelitian ini akan bekerja sama bersama organisasi masyarakat sipil yang selama ini memiliki riwayat panjang bekerja dalam isu-isu Kebudayaan dan Sejarah di Kalimantan Timur, Yakni Naladwipa Institute. Penelitian ini akan disupport secara intelektual (diminta secara personal) oleh beberapa pegiat Kalimantan namun dari Luar Kalimantan. Berikut adalah beberapa Indikator yang ingin dicapai : 1. Hasil penelitian lapangan yang sudah dilakukan akan disusun dalam bentuk buku. Buku ini akan dicetak dan akan didistribusikan secara gratis kepada pihak-pihak terkait (komunitas 3 kampung tempat penelitian; instansi pemerintah; LSM; perpustakaan di Kalimantan Timur; masyarakat umum; dll.); Dengan harapan dapat digunakan sebagai dokumen advokasi untuk kerja-kerja kebudayaan kedepannya. Jika dana tidak mencukupi untuk distribusi besar-besaran, kami akan melibatkn dan membangun kerja sama dengan penerbitan. 2. Diseminasi hasil penelitian melalui workshop-workshop di beberapa lokasi dan komunitas, yang akan menghadirkan pelaku kebudayaan, yakni para Balian Bawe itu sendiri; 3. Pembuatan website yang akan memuat hasil penelusuran atas pengetahuan dan praktek pengobatan Balian Bawe, dan juga pengetahuan dan pemanfaatan tanaman obat (herbal) dalam bentuk foto dan video pendek; 4. Selain dimuat di website, akan ada pameran yang menampilkan visualisasi dari proses penelitian tersebut dan juga hasil racikan (tanaman) obat herbal yang diproduksi oleh para Balian Bawe tersebut. Ini akan dilakukan bersamaan dengan wokrshop-workshop hasil penelitian tersebut.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.300 Juta

Durasi Proyek

8 bulan