197 - Pentas Teater " Carito Di Bukit Tui"

Nama Inisiator

TIA SETIAWATI

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

17 Tahun, diantaranya: “Carito Di Bukit Tui” dan "Tiga Perempuan"

Contoh Karya

Bukit tui (7).JPG

Kategori Proyek

perjalanan

Deskripsi Proyek

"Carito Di Bukit Tui" adalah satu karya teater yang beranjak dari hasil penelitian para pekerja tambang kapur di Bukit Tui. Dimana memiliki beberapa persoalan, antara lain: upah para pekerja tambang yang tak seimbang, perizinan tambang yang tak menentu dan hal-hal mistis yang tersirat di Bukit Tui seperti: bencana Galodo (longsor) yang misterius di tahun 1987 dan menewaskan 156 jiwa. Pekerja tambang kapur sebagian besar adalah perempuan dan merupakan tulang punggung keluarga. Karya teater tematik “Carito Di Bukit Tui” ini belum sepenuhnya tuntas, karena mengalami berbagai perkembangan, baik pentas di Kota Lampung tahun 2011, dengan judul “Dongeng Mande Dari Bukit Tui” hingga dengan judul “Carito Di Bukit Tui”. Karya sarat persoalan kemanusian ini digarap dengan mengkedepankan tema yang berbeda-beda setiap pentasnya. Dan telah dipentaskan di Kota Padang Panjang, Lampung, Padang dan Pekanbaru pada tahun 2012 dan tahun 2016. Saat ini digarap dengan gaya teater masa kini (kontemporer). Konsep inter-disiplin, menghilangkan sekat antara berbagai kecenderungan artistik, ditandai dengan meleburnya batas-batas antara seni visual dan teater. Menggunakan konsep ini, memberi ruang imajinasi yang lebih leluasa kepada sutradara untuk mengeksplorasi berbagai unsur bahasa seni. Sehingga proses karya mendapat ruang yang luas dalam menginterpretasikan ide proyek.

Latar Belakang Proyek

Sejak kemunculannya, subtansi teater adalah manusia dan sengkarut persoalan kemanusiaan dan teater adalah ‘humaniora’, dimana peristiwa teater mampu membuat manusia lebih manusiawi. Dinamika kehidupan penambang kapur di pertambangan Bukit Tui yang menjadi ide garapan karya ini, diharapkan mampu memunculkan persepsi baru dan membawa empatinya pada kontribusinya terhadap berbagai persoalan yang dihadapi bangsa ini, terlebih kemanusiaan secara universal. Imbasnya, baik pemerintah daerah maupun masyarakat penambang di Bukit Tui bersama-sama mencari solusi yang baik, bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraan masyarakat penambang kapur di Bukit Tui. Penciptaan teater salahsatu adalah bentuk kepedulian terhadap harkat kemanusiaan, pada kesempatan ini sejak 2011 pengkarya konsen terhadap persoalan yang terjadi di pertambangan kapur Bukit Tui Padang Panjang. Dalam hal ini menjadikan karya ini sebagai bahan diskursus, intropeksi terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di pertambangan tersebut, sehingga akan muncul jalan keluar yang tepat bagi pengembangan dan kesejahteraan masyarakat pertambangan kapur di Bukit Tui. Harapannya, permasalahan yang sama yang dihadapi bangsa ini di daerah-daerah lainnya, akan ikut menjadi diskursus sehingga turut ‘memaksa’ penyelesaian yang arif dan bijaksana.

Masalah yang Diangkat

Adalah, pertambangan kapur Bukit Tui yang sejak lama menuai kontroversi baik dikalangan pemerintah daerah, pengusaha dan pekerja tambang itu sendiri. Persoalan dilematis pertambangan kapur di Bukit Tui merupakan fenomena bagi masyarakat kota Padang Panjang. Wilayah yang seolah memendam persoalan yang tak kunjung terselesaikan. Dalam pembahasan RPJPD (Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah ) Kota Padang Panjang tahun 2005-2025. Eksploitasi pertambangan Bukit Tui disinyalir memberikan andil terjadinya kerusakan lingkungan, seperti longsor dan pencemaran udara dan air bersih. Isu pencemaran lingkungan pun mencuat, asap pembakaran dan remah-remah kapur yang meluber, dianggap mencemari udara dan lingkungan masyarakat sekitar, mendorong pemerintah secara bertahap menutup tungku-tungku pembakaran kapur, yang secara otomatis menghentikan produksi kapur Bukit Tui. Penghasilan para penambang kapur yang menyandarkan hidup bertahun-tahun (bahkan turun temurun sejak zaman Belanda) dari kapur berkurang secara drastis. Strategi pengelolaan tambang kapur Bukit Tui masih terus menuai konflik. Dilematis, satu sisi menjaga lingkungan dari polusi kapur dan menghindari terulangnya bencana galodo menjadi fokus pemerintah, di sisi lain masyarakat Bukit Tui kehilangan pekerjaan. Sementara pemerintah belum mampu mencarikan solusi sebagai pengganti pekerjaan mereka, hal ini berimbas pada kehidupan ekonomi para penambang yang tidak tentu hendak kemana. Bukit Tui juga merupakan daerah penambangan kapur tertua di Sumatera Barat.

Indikator Sukses

Karya teater “Carito Di Bukit Tui” yang dominan menggunakan bahasa daerah Minangkabau ini digarap dengan lintas disiplin ilmu yang sebagian besar penata dan pendukung karya adalah perempuan. Beberapa pementasan ditempat yang berbeda seperti Kota Lampung dan Pekanbaru tidak mengalami kendala, justru mendapat respon yang positif serta antusias masyarakat setempat. Pentas berikutnya adalah kota Jambi, Palembang dan Bengkulu dengan kerjasama yang dibangun sejak awal bersama seniman perempuan setempat, dalam kesempatan ini mereka membutuhkan workshop penyutradaraan. Selain itu karya teater “Carito di Bukit Tui” mendapat perhatian dari berbagai pengamat seni dimana mereka turut meliput untuk publikasi media lokal dan nasional.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.105 Juta

Durasi Proyek

3 bulan