399 - Mendirikan Sekolah Tenun di Desa Adat Gumantar, Lombok Utara

Nama Inisiator

Fitri Rachmawati

Bidang Seni

audiovisual

Pengalaman

Penggagas /pendiri Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (2015), Penulis Katalog Tenun Tradisional Lombok (2017-2018), Pengagas Bank Suara; gerakan literasi untuk masyarakat, anak anak dan kelompok disabilitas (tuna netra). Penulis naskah teater

Contoh Karya

Bukan Pemintal terakhir_Fitri_R.mp4

Kategori Proyek

lintasgenerasi

Deskripsi Proyek

Mendirikan Sekolah Tenun adalah upaya menyelamatkan tradisi tenun di Desa Gumantar yang terancam punah, karena hanya tersisa 6 orang penenun dan pemintal berusia lanjut (dua diantaranya di atas 100 tahun). Sementara, kain tenun merupakan syarat kelengkapan upacara adat. Gagasan ini dimulai dengan mengorganisir kelompok pemuda (Sanggar Belajar Gumantar), perempuan, anak, tokoh adat, dan tokoh desa, untuk mendiskusikan pentingnya sekolah tenun di Gumantar. Menyiapkan modul belajar atau tutorial dalam bentuk buku,video, tentang proses menanam kapas, memintal, pewarnaan, dan proses menenun. Sekolah tenun akan membuat replika alat tenun peninggalan leluhur dengan yang melibatkan orang tua siswa. Replika digunakan dalam proses belajar siswa, dan mereka yang berkunjung ke Gumantar (wisata edukasi). Membuat profil 6 pemintal dan penenun perempuan dari Gumantar sebagai catatan sejarah. Proyek ini diharapkan menghasilkan. Pertama, adanya lembaga beranggotakan lintas generasi yang mengelola sekolah tenun. Kedua, adanya modul belajar berupa buku dan film, untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang sejarah dan proses pembuatan tenun. Ketiga, adanya dokumen dalam bentuk buku dan film mengenai tenun dan fungsinya dalam upacara adat. Keempat, adanya kebun kapas, penyuplai bahan baku benang secara berkelanjutan. Penerima manfaat proyek ini adalah anak-anak, pemuda, penenun dan pemintal, orang tua siswa, tokoh adat dan aparat desa Gumantar.

Latar Belakang Proyek

Desa Gumantar adalah salah satu desa adat di Kabupaten Lombok Utara, NTB dengan luas wilayah 3.860 ha. Kondisi wilayahnya didominasi pertanian lahan kering, persawahan dan kawasan hutan. Desa ini memiliki 16 dusun, 4 diantaranya merupakan dusun adat; Dusun Gumantar, Dasan Tereng, Tengorong dan Dasan Beleq. Masyarakat Gumantar masih menjalankan upacara adat yang membutuhkan benang dan tenun. Upacara adat tidak akan terlaksana jika benang dan tenun tidak tersedia, sementara jumlah pemintal dan penenun sangat terbatas dan berusia lanjut. Keberadaan pemintal dan penenun perempuan menjadi sangat penting, karena sesuai ketentuan adat, benang dan kain tenun untuk upacara dilarang menggunakan benang pabrikan. Di sisi lain, bahan benang kain tenun semakin sulit didapatkan karena tanaman kapas sudah langka. Proses pembelajaran dari para penenun berusia lanjut kepada generasi muda belum dilakukan, sementara kebutuhan benang dan tenun untuk upacara adat dibutuhkan sepanjang zaman. Jika tidak dilakukan upaya penyelamatan, tradisi menenun di Gumantar terancam punah, karena itulah Sekolah Tenun sangat dibutuhkan. Sekolah Tenun akan menyasar anak anak (usia 7-18 tahun) di luar jadwal sekolah formal. Sekolah ini tidak membutuhkan biaya pembangunan karena akan memanfaatkan Sekenem (sejenis gazebo berukuran 2x5 m) milik warga. Proses belajar mengajar bisa berpindah dari sekenem yang satu ke sekenem lainnya.

Masalah yang Diangkat

Setidaknya terdapat 4 (empat) masalah utama yang diajukan dalam proposal ini: 1. Penenun perempuan di desa Gumantar tinggal 6 (enam) orang yang sudah berusia lanjut. Tiga di antaranya berusia di atas100 tahun. 2. Tidak adanya transfer knowledge proses menenun--mulai dari pemintalan benang, pewarnaan hingga pembuatan kain tenun--dari para maestro pemintal benang dan penenun tua ke generasi muda. Padahal keberadaan mereka sangat dibutuhkan untuk upacara adat, tanpa benang dan tenun yang mereka hasilkan upacara adat tidak bisa terlaksana. 3. Minimnya bahan baku berupa bunge (kapas) bahan utama membuat benang. Di Gumantar hanya tersisa beberapa pohon kapas saja. Upaya menanam kemabli kapas di pekarangan rumah warga akan menjawab kebutuhan bahan baku kapas. 4. Pemerintah Kabupaten Lombok Utara, belum menyadari bahwa keberadaan tenun dan benang khas Gumantar. Upaya melestarikan dan gerakan penyelamatan belum dilakukan secara serius. Sehingga gagasan mendirikan Sekolah Tenun ini dirasakan sangat perlu, untuk menyelamatkan tradisi tenun di desa Gumantar. Kami tidak menginginkan tradisi tenun dan memintal benang di Gumantar hanya sebagai cerita dan kenangan sejarah. Karena itu Sekolah Tenun ini akan membagi harapan bahwa 6 orang penenun dan pemintal berusia lanjut itu, bukan pemintal dan penenun terakhir di Desa Gumantar.

Indikator Sukses

1. Terlaksananya Gundem (musyawarah besar) di Desa Adat Gumantar untuk mendirikan Sekolah Tenun Desa Gumantar. 2. Adanya Sekolah Tenun bagi masyarakat adat Desa Gumantar 3. Dihasilkannya 10 replika alat pemintal benang dan alat tenun peninggalan leluhur untuk digunakan siswa Sekolah Tenun 4. Adanya 10 (sepuluh) orang pendamping yang mampu mengelola Sekolah Tenun di empat dusun yang disasar. 5. Berjalannya proses belajar mengajar atau transformasi pengetahuan, mulai dari proses pemilihan kapas, pemintalan, pewarnaan sampai pembuatan kain tenun dari generasi tua pada generasi muda; 6. Adanya kebun bibit dan tanaman kapas untuk menyediakan bahan baku kain tenun secara berkelanjutan di 4 dusun masyarakat adat desa Gumantar. 7. Terbitnya modul pembelajaran atau tutorial dalam bentuk buku dan video mulai dari proses menanam kapas (bahan baku benang dan tenun), memilih kapas, memintal benang, proses pewarnaan benang, dan proses tenun untuk upacara adat. 8. Adanya dokumentasi dalam bentuk buku dan film tentang proses berdirinya Sekolah Tenun hingga berjalannya proses belajar mengajar di desa adat Gumantar. 9. Adanya dokumentasi upacara adat dalam bentuk buku dan film tentang penggunaan benang dan kain tenun menjadi bagian dari upacara tersebut. 10. Dihasilkannya buku dan video profil 6 orang pemintal benang dan penenun Desa Adat Gumantar yang telah berusia lanjut.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.850 Juta

Durasi Proyek

9 bulan