480 - Ngata Toro (Kampung Toro)

Nama Inisiator

Fitriani Idris

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

20 Tahun

Contoh Karya

Tina Nu Ngata.jpg

Kategori Proyek

perjalanan

Deskripsi Proyek

Dalam Proyek ini Saya ingin sekali membawa dan menyebarluaskan kabar Perempuan di Kampung Toro, Dalam Naskah “Ngata Toro”, karya Ani Tambero , Sangat menyita perhatian saya untuk menyutradarai kembali, dikarenakan saya sangat mengagumi salah satu daerah yang terletak di Kabupaten Sigi, tak jauh dari Kota Palu , Ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah, Kagum atas keindahan alam dan beberapa cerita dari kampung Toro yang bukan hanya sekedar mitos, seperti kisah yang diangkat dalam Naskah ini, kisah Seorang Tina Nu Ngata (Lingkumene) yang merupakan pengambil kebijakan pada setiap keputusan adat, memiliki seorang putri (Tite) tersayang, yang telah jatuh cinta pada pemuda kota dan kemudian menghamilinya, sebagai daerah yang penuh dengan aturan adata/hukum adat yang di berlaku, Tabuh bagi seorang Perempuan untuk hamil sebelum menikah. Pementasan Yang di lakoni oleh Para Perempuan dari berbagai profesi mencoba membungkus kisah perempuan di Ngata Toro (Desa/Kampung Toro) dalam bentuk Pementasan Teater Keliling.

Latar Belakang Proyek

Keinginan yang sangat besar saya sebagai seorang Sutradara Perempuan untuk membawa sebuah Pertunjukan Teater untuk di pentaskan di beberapa daerah di wilayah Indonesia, untuk Saling mengapresiasi pertunjukan yang berasal dari daerah kami yaitu Kota Palu,

Masalah yang Diangkat

Ngata Toro diangkat karena merupakan salah satu dari segelintir sisa masyarakat adat yang masih berpegang pada kearifan budaya lokal dengan tatanan adat istiadat yang menempatkatkan perempuan sebagai pengambil keputusan utama. Dalam naskah “ Ngata Toro” ini, penulis sengaja mengangkat masalah hukum adat untuk mengajak masyarakat meninjau kembali perangkat-perangkat hukum yang ada dan menilai mana sansi-sangsi itu memberi keadadilan kepada perempuan. Ganjaran givu yang Paling berat di kampung Toro adalah Givu Rahaha, yaitu suatu bentuk hukuman mati dengan menyayat- nyayat tubuh terhukum dengan parang (Guma). Bentuk Givu lain yang amat di takuti adalah Givu Rabangka, yaitu hukuman mati dengan menenggelamkan terhukum ke dalam air sungai, Givu yang dangkat pada cerita “ Ngata Toro” adalah yang dianggap paling ringan, yaitu Givu Noanadole berupa hukuman diusir keluar dari desa untuk selama-lamnya. Tite sebagai korban kekerasan dianggap berbuat aib, dikucilkan dan dibiarkan menanggung sendiri anaknya. Nilai keadilan hukum ini seakan dilempar sebagai umpan bagi penonton untuk merenungkan kembali hukum-hukum yang berlaku disekitar kita sekarang.

Indikator Sukses

Terlaksananya Pertunjukan Keliling dengan mendatangkan Penonton dari berbagai profesi/generasi di setiap daerah yang menjadi tujuan Pentas keliling dan Terjadinya dialog/diskusi yang lebih luas dan mendalam mengenai gagasan dan praktik budaya diakhir pertunjukan Ngata Toro.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.270 Juta

Durasi Proyek

6 bulan