647 - Pasar tari dua ribu lima ratus

Nama Inisiator

Wawa Sapta Rini

Bidang Seni

seni_pertunjukan

Pengalaman

4 tahun

Contoh Karya

IMG_8007.JPG

Kategori Proyek

kerjasama_kolaborasi

Deskripsi Proyek

Pertunjukan kolaborasi yang melibatkan penari dan koreografer perempuan yang melihat tari sebagai tempat mencari uang dan sebagai tempat mengekspresikan diri dilingkunganya. Di dalam proyek ini selain kelompok saya, akan mengundang 4 kelompok atau sanggar tari di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta yang dibuat oleh teman saya juga lulusan akademisi seni, yang selalu menyediakan jasa pertunjukan tari bagi acara tertentu yang sifatnya selebrasi atau perayaan, seperti nikahan, khitanan, promosi produk, peresmian, sampai ke club malam. pencarian dan presentasi koreografi selama 4 jam di dalam proyek ini mengadopsi pemikiran dan kebiasaan transaksi jasa didalam karya atau bentuk pesanan tari dan kerja eksplorasi koreografi yang lazim digunakan di setiap kami membuat suatu pertunjukan. Dua kebiasaan ini saya anggap memiliki nilai kemanusian dan nilai artistik masing-masing yang tidak bisa kami lepaskan karena salah satunya lebih baik atau buruk. Dua kebiasaan ini saya gunakan sebagai salah satu cara yang paling mungkin dari kenyataan situasi kami untuk membangun diri dan memberi suara pada wacana tari kontempoer Indonesia, dan kenyataan kami sebagai seniman perempuan dan perempuan dalam kenyataan sosial kami kehidupan sehari-hari. Pasar Tari Dua Ribu Lima Ratus akan dilakukan selama 2 hari diakhir minggu dan masing-masing memilki 3 sesi.

Latar Belakang Proyek

Proyek ini berangkat dari pengalaman saya dan beberapa teman lain sebagai koreografer lulusan akademisi tari yang punya keinginan membuat dan mengkomunikasikan sesuatu melalui karya tari, tapi di sisi lain juga mengharuskan diri untuk tetap bertahan demi kehidupan sehari-hari yang bukan hanya saja persoalan kebutuhan sandang, pangan, dan papan, tapi juga persoalan yang menyangkut tubuh kami sebagai perempuan yaitu perihal kecantikan, pernikahan dan gaya hidup. Pengalaman ini membawa kami pada suatu kondisi yang sepertinya banyak pemerhati menilai hal ini membuat ‘kemajuan’ tari kontemporer Indonesia dan pergaulan internasionalnya terganggu, tidak produktif dan sebagainya. Kenapa tari kontemporer Indonesia, karena memang pengalaman ini dimiliki oleh teman-teman koreografer lain di luar Jawa Barat.

Masalah yang Diangkat

Ketika wacana regenerasi tari kontemporer Indonesia tidak bisa keluar dari problem yang sama dan itu-itu juga terutama tentang kesinisan pada mental ‘peye-an’ atau pesanan dan sebagainya, kenapa kita tidak mengganggap kenyataan tersebut sebagai kemungkinan lain dari tari kontemporer Indonesia? Dengan kata lain, kita bisa mengangkat isu dan topik bagaimana kenyataan ekonomi adalah kenyataan pada nilai dan bagaimana seorang penari dan koreografer bertahan dalam kehidupan sehari-hari dan itu sedang berlangsung lama, seperti sejarah Ronggeng dari seputaran ritus kesuburan (representasi dewi), penghibur, seksualitas/tidak beradab tapi sekaligus eksotis (cara pandang kolonial), hingga dampak dari politik negara (Orde Baru). Dalam dinamika sejarah tersebut tersebut saya melihat, selain sisi ekonomi dan ekologi (lingkungan/kosmis) terdapat pula pertaruhan lain terkait persoalan politik, yaitu bagaimana tubuh (perempuan) diposisikan dan bagaimana kami sebagai penari dan koreografer memposisikan diri.

Indikator Sukses

proyek ini akan dilakukan selama 2 hari di akhir minggu dan masing-masing memilki 3 sesi. Pertama, membeli koreografi per satu gerakan dan satu bagian tubuh yang akan dilakukan secara interaktif didalam 5 lapak dengan penonton dari mulai jam 3-6 sore yang terdokumentasikan melalui video dan foto. Kedua, menghitung dan menghimpun koreografi yang terbeli dari jam 6-8 malam, yang akan dilakukan di ruangan khusus seperti kerja di dalam studio. Ketiga, transparansi dan tranformasi koreografi, yaitu menunjukan semua hasil pembelian dan perhitungan dari jam 8-9 malam diatas panggung arena yang diambil dari bagaimana peristiwa kesenian rakyat dulu yang tidak terpisah dengan peristiwa jual-beli disekelilingnya (kacang rebus, kopi, ankringan) yang akan kami ganti dengan penayangan dokumentasi di sesi pembelian. indikator sukses Pertama,interaksi dan transaksi koreografi yang sangat bisa dihitung melalui jumlah akumulasi uang dari penonton yang memesan satu bentuk koreografi dari satu bagian tubuh tertentu. Kedua, nilai dari bagaimana nilai ekonomi koreografi ‘peye-an’ mempunyai nilai atau kualitas artistik yang bisa dilihat bagaimana presentasi di sesi ketiga disetiap harinya yang telah melalui berbagai macam proses. Ketiga nilai sosial yang kemudian menjadi perbincangan topik lebih lanjut yang akan disingkap dan didorong melalui publikasi proses riset sejarah ekonomi dan politik tubuh penari perempuan dalam koreografi

Dana yang Dibutuhkan

Rp.162 Juta

Durasi Proyek

5 bulan