863 - Incung Kerinci dan Jejak Peradaban

Nama Inisiator

Dyah Nurhayati

Bidang Seni

penelitian

Pengalaman

Penelitian Cipta Karya Seni : Film Dokumenter Aksara Lota Ende "Penutur Terakhir", Peneliti pada Kajian Estetika Aplikasi Aksara Jawa “Hanacaraka” Pada Media Komunikasi Visual Modern, Pendiri, pengagas & pengerak Komunitas Tanah Aksara.

Contoh Karya

penutur terakhir.png

Kategori Proyek

riset_kajian_kuratorial

Deskripsi Proyek

Pada kesempatan ini saya Dyah Nurhayati, selaku peneliti Aksara daerah di nusantara (sebelumnya telah meneliti Aksara Lota di Ende, Aksara Hanacaraka di Yogyakarta dan Aksara Kaganga atau Sunda di Bandung). Mencoba mengarsipkan kembali kekayaan budaya nusantara (khususnya aksara daerah di nusantara) melalui beragam media komunikasi, salah satunya film pendek dokumenter. Hal ini bertujuan agar mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat pada umumnya. Media film merupakan media pembelajaran yang memberi pengaruh besar bagi anak (dalam hal ini generasi penerus atau generasi milenial) dan era saat ini media film, merupakan senjata paling ampuh untuk mempengaruhi pemikiran orang. Proyek Film Dokumenter ini akan berlokasi di Sungai Penuh, Kerinci, Jambi, Sumatera. Melalui 2 (dua) tahapan : riset awal, riset akhir & produksi. Melibatkan 4 – 5 orang untuk tim produksi. Melibatkan tokoh masyarakat setempat; yang mampu membaca dan menulis Incung (local champion) sebagai subyek utama pada film dokumenter ini serta anak muda warga setempat; yang tertarik dengan keberadaan Incung sebagai subyek pendukung (perwakilan generasi milenial saat ini), keduanya sebagai agent of change bagi generasi penerus lainnya. Metode dokumenter dipilih, sebagai cara mendokumentasikan kenyataan atau menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan (target dalam proyek ini adanya data asli terkait naskah kuno yang didalamnya terdapat unsur Aksara Incung).

Latar Belakang Proyek

Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki budaya dan bahasa sebagai identitasnya. Indonesia adalah negeri terdiri dari gugusan kepulauan nusantara. Tentunya, hal ini merupakan kekayaan bangsa karena memiliki banyak suku bangsa. Suku di gugus kepulauan Indonesia tentu memiliki aksara dan bahasa tertentu. Misalnya, Suku Kerinci memiliki peradaban dan kebudayaan sejak dulu sehingga menjadi kekhasan tersendiri. Salah satunya adalah penggunaan bahasa Kerinci, termasuk didalamnya Aksara Incung. Aksara Incung, merupakan Aksara yang sudah digunakan oleh masyarakat Suku Kerinci (salah satu suku tertua yang mendiami Pulau Sumatera bagian tengah) sejak berabad-abad lalu, sekitar pada abad ke-4 Masehi. Pada awalnya, Aksara incung ditulis dengan sejenis benda runcing yang guratannya mirip dengan tulisan paku aksara Babilonia kuno. Bentuk grafis aksara Incung diidentifikasi hampir mirip dengan aksara daerah Sumatra lainnya seperti Batak, Rejang, dan Lampung. Penggunaan tulisan ini juga telah menyebar ke wilayah Lampung dan Rejang. Jejak peradaban sejarah orang Kerinci dalam pemakaian aksara maupun fonetis bahasanya masih dalam pengaruh lingkungan alam dan budaya lokal Kerinci. Oleh karena itu, selain menarik untuk dikaji dan untuk meminimalisir kebudayaan lokal Kerinci yang hampir ter-lupakan, perlu adanya upaya revitalisasi dan seharusnya memperoleh perhatian khusus agar tetap lestari di bumi Kerinci.

Masalah yang Diangkat

Gagasan ini berawal dari kegelisahan minimnya regenerasi pembaca Aksara Incung Kerinci (Aksara Incung terdapat di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, satu-satunya daerah yang memiliki aksara sendiri di Sumatera bagian tengah), menyebabkan resiko kehilangan bahkan kepunahan aksara itu. Kehadiran pemerintah pula terasa kurang dalam mempertahankan Incung. Ditambah, tergesernya minat anak muda mendalami huruf Arab maupun huruf Korea ketimbang mempelajari Aksara Incung sebagai tulisan asli masyarakat Kerinci. Proyek ini bertujuan untuk mengembalikan popularitas dan meningkatkan minat masyarakat, terutama anak muda untuk mempelajari Aksara Incung Kerinci, melalui media film pendek dokumenter yang dikemas dengan epic (melibatkan generasi muda sebagai agent of change untuk gerakan Incung untuk Indonesia) sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

Indikator Sukses

Animo masyarakat setempat tinggi pada saat : 1. survey (terkait riset data awal sampai akhir dan nara sumber terkait) hal ini memudahkan peneliti dan crew 2. Proses produksi (SDM baik subyek maupun crew yang dapat bekerjasama dengan baik selama proses berlangsung) 3. Pasca produksi atau setelah hasil film selesai. Animo masyarakat tinggi untuk menonton secara masal, khususnya di lokasi setempat dalam hal ini Sungai Penuh, Kerinci, Jambi. 4. Pasca produksi. Adanya generasi penerus yang akan mempelajari Aksara Incung dan adanya praktek produk desain Aksara incung pada media komunikasi yang lainnya.

Dana yang Dibutuhkan

Rp.124 Juta

Durasi Proyek

4 bulan