918 - Torang pe Sagu: Dokumentasi Kearifan Lokal Sagu

Nama Inisiator

Indah Amandarin A Gafar

Bidang Seni

kuliner

Pengalaman

6 bulan

Contoh Karya

kreasi kue cokelat sagu.jpg

Kategori Proyek

perjalanan

Deskripsi Proyek

Bagaimana memahami hubungan budaya dan makanan di tengah munculnya perubahan pola konsumsi masyarakat? Apa yang harus dilakukan? Project perjalanan ini adalah sebuah upaya untuk merekam dan mencatat berbagai pengetahuan lokal tentang pemanfaatan sagu dalam kehidupan sosial-budaya di dua propinsi. Penentuan dua lokasi ini selain didasarkan pada kenyataan bahwa wilayah-wilayah tersebut masih dikenal mewarisi tradisi sagu, juga untuk melihat variasi pengetahuan antar wilayah, konteks permasalahan sosial, dan sikap masyarakat menghadapi gejala perubahan. Perjalanan ini akan melibatkan tiga orang perempuan. Dari proses ini, baik segi multi generasi maupun multi kultur dapat dijangkau secara utuh. Hasil dari proses belajar dan pencatatan tersebut, lalu akan disusun dalam format photo story. Hasil lainnya berupa buku resep aneka Masakan Tradisional dari Sagu. Dari situ, upaya pelestarian pengetahuan tradisi sagu menjadi bagian dari proses ini. Hasil project selain diharapkan dapat menjadi alat kampanye mengembalikan peran vital sagu dalam kehidupan masyarakat kepulauan, wacana pemberdayaan ekonomi perempuan dan pengembangan kesehatan gizi dengan sagu sebagai komoditas unggulannya juga dapat digaungkan secara lebih luas dan agar mendapat perhatian serius dari berbagai pihak.

Latar Belakang Proyek

Sebagai warga di salah satu desa pesisir Halmahera Selatan dan sebagai seorang ibu rumah tangga, membuat makanan berbahan dasar sagu untuk menu harian keluarga bukan lagi sebuah rutinitas. Pasalnya tepung sagu tumang saat ini sudah mulai jarang dijual. Sanak famili saya yang tadinya adalah seorang peramu sagu, pun mulai enggan mengurus kebun sagu keluarga karena menganggap hasil penjualan pati sagu tak sebanding dengan ongkos produksi. Dahulu, aneka makanan dari sagu selalu hadir di meja perjamuan keluarga. Nasi biasanya hanya dinikmati sekali dalam sepekan. Tak cuma itu, sagu juga telah dimanfaatkan sebagai makanan pendamping untuk balita walaupun dengan komposisi yang sederhana. Kini kondisinya berbalik. Sumber pangan komunal yang biasanya dikelola bersama itu mulai dipinggirkan, beralih mengkonsumsi beras yang nota bene diperoleh dengan cara membeli dan berasal dari luar Kayoa. Demikian halnya dengan makanan pendamping untuk balita, kini bergantung pada produk-produk instan yang banyak berderet di kios-kios kecil di pedesaan. Apa yang terjadi jika gejala perubahan tersebut tidak disikapi dengan bijaksana? Gejala gizi buruk seperti yang terjadi di Asmat-Papua belum lama ini, bisa jadi juga akan terjadi di tempat lain. Kasus di Papua tersebut sejatinya adalah peringatan bagi siapapun, terutama untuk warga di kepulauan Maluku Utara yang permasalahannya juga tak jauh berbeda.

Masalah yang Diangkat

Karena kebiasaan makan hanya dapat dimengerti dalam konteks budaya yang menyeluruh, maka upaya-upaya edukasi yang efektif harus didasarkan atas pengertian tentang makanan sebagai suatu pranata sosial yang mempunyai banyak fungsi. Bagaimana ragam pengetahuan lokal tentang sagu dapat dijaga di tengah arus perubahan saat ini?

Indikator Sukses

: 1) Karya Photo-Story Khazanah Pengetahuan dan Kearifan Sagu dalam format buku, 2) Buku Resep Ragam Masakan Tradisional dari Sagu

Dana yang Dibutuhkan

Rp.79 Juta

Durasi Proyek

7 bulan