Cipta Media

Laporan Aktivitas Perempuan Sumba dan Musik Tradisional

Oleh: Ata Ratu

Rekaman Solo Di Desa Rindi

Tanggal 06 Jul 2018
Tempat Rekaman lagu yang baru Ata Ratu di Desa Rindi
Jam
Lokasi Rumah Tinggal
Alamat Desa Rindi
Daftar Hadir Ata Ratu
Joseph Lamont
Tujuan Ata Ratu recorded a series of new songs solo that she had written as a response to her research into older lawiti, the places she had travelled to and the lives of the people she had met since the Ciptamedia program began. These songs were informed by the older Jungga Humba songs documented and consultations with ritual language specialists. Among the songs written was one particularly important song (Daningu Anda Monung/There is No Hope) responding to the current clan land disputes over 52 000 hectares of land across East Sumba between the Hartono group company and the traditional land owners. Ata Ratu consulted with Wunang Rihi from Rindi and Wunang Marcel from Lambanapu to select the appropriate poetic couplet metaphors (lawiti) to describe the situation. A snake (a symbol for a Marapu ancestor who has entered a physical form) travelling through burning forests unable to find shelter was used as a metaphor to describe the loss and clearing of clan lands, this metaphor was taken directly from an old Marapu legend and applied to describe the current political situation in East Sumba.
Ata Ratu merekam beberapa lagu baru yang Ia tulis sebagai respon dari risetnya mengenai lawiti kuno, tempat-tempat yang Ia kunjungi, dan kehidupan orang-orang yang Ia temui sejak program Ciptamedia dimulai. Lagu-lagu ini dipengaruhi oleh lagu-lagu Jungga Humba lama dan oleh konsultansi dengan ahli bahasa ritual. Dari lagu-lagu yang ditulis ada satu lagu yang sangat penting (Daningu Anda Monung/There is No Hope), yang merespon kepada sengketa tanah adat. Sengketa tersebut terjadi antara perusahaan Hartono group dan pemilik tanah adat yang keduanya memperebutkan tanah berukuran 52,000 hektar sepanjang Sumba Timur. Ata Ratu berkonsultasi dengan Wunang Rihi dari Rindi dan Wunang Marcel dari Lambanapu untuk memilih lawiti (bait metaforis) yang tepat untuk mendekripsikan situasi tersebut. Seekor ular (yang merupakan simbol dari jelmaan leluhur Marapu) berkeliling di hutan-hutan yang terbakar dan tidak mampu menemukan tempat berlindung digunakan sebagai metafora untuk mendeskripsikan kehilangan dan pembukaan hutan adat, metafora ini diambil secara langsung dari legenda Marapu kuno dan diaplikasikan untuk mendeskripsikan situasi politik saat ini di Sumba Timur.
Ringkasan
Hasil Rekaman 6 lagu baru dari Ata Ratu
https://www.youtube.com/watch?v=vAfUNN_SVjs
Evaluasi
Rekomendasi