Follow up Survey Persepsi Wartawan Indonesia Terhadap Islam
Organisasi
Yayasan Pantau adalah sebuah yayasan yang didirikan pada September 2003 oleh sekelompok wartawan. Tujuannya adalah untuk memperbaiki mutu jurnalisme di Indonesia. Pernah bikin Majalah Pantau, dan Pantau Feature Service. Pantau juga punya program rutin Kursus Jurnalisme Sastrawi (tiap tahun) dan Kursus Narasi (tiap enam bulan). Pantau juga membuat versi bahasa Indonesia buku 9 Elemen Jurnalisme dan menerbitkan ontologi Jurnalisme Sastrawi. Selain itu Pantau juga bikin riset-riset soal media, seperti riset yang terbaru: Survey Persepsi Wartawan Indonesia Terhadap Islam 2009.
Status resmi
Pantau adalah organisasi yang terdaftar melalui akte notaris di Jakarta sebagi Yayasan.
Kontak
Imam Shofwan
Posisi
Pemimpin proyek
Lokasi
Jakarta
Deskripsi Proyek
Tujuan:
Sasaran:
A. Mewawancarai 600 wartawan diseluruh Indonesia untuk mengetahui pendapatnya soal Islam dan Jurnalisme.;
B. Wartawan-wartawan dan aktivis kebebasan beragama di lima provinsi yang jumlah responden, pada survey 2009 terbanyak, yaitu: Jakarta, Makassar, Pontianak, Aceh, Bali dan wartawan-wartawan lainnya di Indonesia.;
C. Wartawan-wartawan serta penulis isu Islam dan berminat di isu media.;
Latar belakang:
A. Keterkaitan pada topik: Pemantauan media
“64,3 persen jurnalis setuju pelarangan Ahmadiyah. 63,1 persen jurnalis setuju RUU-Anti Pornografi yang bias perempuan. Sementara, 63,5 persen wartawan setuju dengan fatwa sipilis -fatwa anti sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme- MUI,” tulis laporan di rubrik media majalah Gatra edisi 21 September 2011, berjudul, “. Gatra mengutip hasil survey persepsi wartawan Indonesia terhadap Islam.
Menurut Gatra mengutip Imam Shofwan, koordinator survey, tak mengherankan jika pemberitaan sejumlah media cenderung bias. Ia mencontohkan penggunaan kata “bentrok,” pada saat terjadi kasus Cikeusik. Seharusnya menggunakan kata “penyerbuan” karena kelompok mayoritas yang menyerbu minoritas. Kata “bentrok” umumnya dipakai untuk mengungkapkan pertemuan dua kekuatan yang jumlahnya sama besar.
B. Masalah yang ingin diatasi dan keterkaitan dengan aktivitas
Pemberitaan di media yang bias soal Islam dan penggunaan kata-kata yang cenderung mengaburkan persoalan sebenarnya, seperti yang terjadi di Cikeusik awal Febuari lalu, adalah persoalan serius. Contoh paling serius, untuk pemberitaan yang bias adalah dalam kasus Ambon 1999-2002 di mana media Muslim dan media Kristen ikut membakar konflik Ambon, perlu dijadikan pelajaran berharga: Wartawan musti menanggalkan identitas mereka saat meliput.
Survey Yayasan Pantau ini dilakukan pada tahun 2009 dan digelar di 16 provinsi di Indonesia dan mewawancarai 600 wartawan. “500 wawancara pertama dilakukan dengan tatap muka langsung dengan responden,” tutur Islam.
Temuan lain survey ini adalah sebanyak 99 persen wartawan menjawab tujuan pemberitaan adalah untuk mendidik, 98 persen setuju tujuan pemberitaan adalah untuk memperbaiki keadaan, serta 96 persen untuk memberitakan kaum lemah.
Temuan-temuan menarik ini perlu disebarluaskan kepada pekerja pers khususnya, dan masyarakat umumnya supaya mereka tahu kecenderungan wartawan yang semakin konservatif saat ini. Selain itu, temuan yang menarik lainnya adalah, ketika ditanya apa tantangan wartawan Indonesia saat ini, adalah: soal etika dan kurang profesionalnya wartawan, “59,8 responden menjawab, kurangnya profesionalisme menjadi hambatan mereka dalam melakukan aktivitas jurnalistik,” tulis laporan survey Pantau.
Untuk mengetahui kondisi terbaru soal persepsi wartawan Indonesia mengenai Islam perlu juga dilakukan update terbaru survey ini tahun 2012.
C. Keterkaitan pada kategori: Konten Lokal, Kemitraan, Strategi Kreatif, Aksi, dan Teknologi Tepat Guna
Aksi
Mewawancarai 600 wartawan di 16 provinsi di Indonesia peluncuran hasil survey wartawan di provinsi-provinsi dengan jumlah responden paling banyak di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Bali dan menyebarkan hasil survey di jejaring sosial: facebook twitter.
Strategi Kreatif
Menggunakan jaringan interviewer dan responden pada survey 2009 Mengundang praktisi media untuk ikut aktif dalam peluncuran hasil survey 2009, menyebarkan hasil survey ke jejaring sosial: facebook dan twitter.
D. Aktifitas dan keterkaitan pada sasaran
Kontribusi untuk sasaran A – Mengaktifkan lagi jaringan interviewer Pantau 2009.
Aktivitas:
Kontribusi untuk sasaran B – Banyaknya media-media lokal yang menulis soal hasil Survey Pantau 2009 dan banyaknya respon terhadap hasil survey 2009.
Aktivitas:
E.Latar belakang dan demografi pelaku proyek
Pemimpin proyek pernah menjadi wartawan di Majalah Syir’ah, majalah yang mencoba menampilkan Islam yang ramah dan menenggang beda. Juga pernah menjadi penulis lepas untuk Playboy, Rollingstone, Majalah Historia, dan berbagai koran di Indonesia. Sejak 2006, bekerja untuk Pantau Feature Service. 2007, mendapatkan SEAPA fellowship untuk liputan isu HAM di Timor Leste dan 2008, memenangi Every Human Has Rights Media Award dari Internews Europe, Paris. Dia juga koordinator lapangan Survey Persepsi Wartawan terhadap Islam 2009.
F. Demografik kelompok target
Wartawan-wartawan dan aktivis kebebasan beragama
G. Hasil yang diharapkan dan indikator keberhasilan
Indikator keberhasilan:
H. Keterkaitan proyek dengan perbaikan media dan keadilan sosial
Perbaikan media
Media-media di Indonesia semakin sadar perlunya toleransi antar umat beragama dan mengurangi bias pribadi atas nama apapun dan kualitas wartawan dan etika mereka makin baik untuk meliput isu Islam khususnya.
Keadilan sosial
Selain media dan para wartawanya juga makin banyak orang-orang yang peduli pentingnya toleransi antar agama.
I. Durasi waktu aktifitas dilaksanakan:
Januari 2012 – Agustus 2012
J. Total kebutuhan dana untuk melakukan aktivitas: Rp. 358,350,000
K. Kontribusi organisasi:
Management fee akan ditanggung oleh yayasan Pantau.
L. Kontribusi dari kelompok target:
Follow up Survey wartawan ini tak akan terlaksana tanpa dukungan para wartawan baik sebagai responden survey, peserta dalam peluncuran hasil survey dan penyebarluasan hasil survey ini dengan liputan-liputan dan karya-karya jurnalistik mereka.