Desa 2.0 - Sistem Tata Kelola Sumber Daya Desa - Laporan mentor pengawas Yanuar Nugroho tahap I



Date: 2014-12-13 16:32 GMT+07:00

Subject: Laporan Mentoring Program Desa 2.0

To: info@ciptamedia.org

Disiapkan bersama oleh Tim Desa2.0 dan YN berdasarkan diskusi online.

Laporan ini mencakup Program Desa 2.0 yang sudah berjalan hampir 6 bulan. Proses pelaporan terlambat karena kelemahan sistem koordinasi dalam organisasi, terutama pada saat tim Desa2.0 tengah banyak memberikan dukungan teknis di lapangan. Faktor kelelahan fisik tim kerja sangat memperngaruhi sejumlah koordinasi kerja. Sejumlah Program Desa 2.0 harus dijawdalkan mundur selama 1,5 bulan karena dukungan dana baru dilakukan pada pertengahan September. Ada dua aktivitas yang dibiayai dari keuangan kelembagaan yaitu Lokakarya Pengembangan Sistem dan Rapat Konsultasi Ahli. Dua kegiatan itu memberikan gambaran bahwa program Desa2.0 ini memiliki dampak yang sangat besar pada perubahan tata kelola pemerintahan desa bila diaplikasikan dengan pendekatan yang benar. Pertama, ada regulasi setingkat UU yang memberikan kewenangan besar pada desa, yaitu UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Regulasi tersebut menjadi payung hukum bagi kegiatan Desa 2.0 sehingga program ini dapat diterima dan dikembangkan secara masif di desa-desa. Pada rapat konsultasi ahli, para ahli menyarankan untuk mencoba membuat inisiasi serupa di beragam wilayah dari Sabang sampai Merouke, termasuk memprioritaskan desa-desa di perbatasan. [YN mendukung ide ini, namun dengan catatan khusus: agar ada model yang sudah sukses/berhasil diterapkan dahulu; dan menghindari pendekatan “resep” atau “one-size/approach fits all.”] Kedua, Sistem Informasi yang dikembangkan dalam program Desa 2.0 menjadi alat bagi desa untuk merumuskan permasalahan-permasalahan di desa sehingga data itu bisa dipakai dalam penyusunan rencana pembangunan di desa, baik jangka menengah maupun program kegiatan tahunan. Selain itu, web desa akses informasi ke desa akan membantu desa dalam memutus rantai kesenjangan informasi sebagai besar wilayah program yang didampingi. Pada tahap selanjutnya, diselenggarakan Pelatihan Fasiliator Program Desa 2.0. Tidak ada kesulitan dalam perekrutan maupun penyamaan persepsi karena para fasilitator adalah para sukarelawan desa yang sudah melakukan kolaborasi kerja selama dua tahun terakhir. Adanya program Desa 2.0 dimaknai sebagai logistik gerakan yang akan dipergunakan secara maksimal. Target program justru difokuskan pada kemampuan pegiat untuk mengelola pengetahuan program sehingga gagasan Desa 2.0 makin sistematis dan mampu diduplikasikan di beragam daerah. Pelatihan Fasilitator Desa 2.0 berlangsung cukup lama, yaitu 4 hari efektif dari 10-14 September 2014. Acara yang dilaksanakan di Baturraden ini cukup membekas di benak para fasilitator karena aktivitas erupsi Gunung Slamet sedang posisi waspada sehingga di sela-sela pelatihan, panitia menyediakan trip pada fasilitator untuk berdiskusi dan memantau kondisi aktivitas erupsi Gunung Slamet di Posko Pengawasan Warga Desa Melung. Akhirnya, para fasilitator menyadari bahwa pemanfaatan teknologi informasi sangat penting dalam situasi desa dalam kondisi siaga, terutama untuk memberikan penjelasan-penjelasan atas situasi dan kondisi terkini. Lokakarya Desa 2.0 di Delapan Kabupeten dimulai dari Pesawaran, Cilacap, Madiun, Ciamis, Banyumas, Majalengka, Tasikmalaya, dan Indragiri Hilir. Dalam rancang program, lokakarya ditargetkan hanya diikuti oleh 6 desa. Pada kenyataannya, lokakarya diikuti oleh 8-15 desa. Hal itu menunjukkan antusiasme desa untuk menerima program dan kemampuan fasilitator untuk me-manage sumber daya yang ada untuk menjawab permasalahan di lapangan. Namun, ada fakta bahwa antusiasme desa itu tak diimbangi dengan pengetahuan dan keterampilan penguasaan piranti pendukung program yang baik, seperti penguasaan komputer, internet, pemetaan permasalahan desa, penggalian potensi, dll. Mereka terbiasa melaksanakan program pemerintah yang menggunakan pendekatan atas ke bawah sehingga memandulkan inisiatif desa untuk mengambil dan mengembangkan program secara mandiri. Berbekal kenyataan itu, peran inhouse training sangat penting.

Setiap desa mendapat 1 kali pelatihan setiap bulan yang berlangsung selama 2 bulan. Inhouse training mendorong desa untuk mendalami pengetahuan dan keterampilan yang mereka dapatkan pada saat lokakarya desa 2.0. Pada kegiatan inhouse training, ada sejumlah desa yang berkontribusi dalam menyediakan tempat, konsumsi, dan akses internet untuk desa lainnya. Misalnya, Desa A tidak memiliki akses internet, maka dia meminta untuk didukung oleh Desa B yang memiliki akses internet.

Keunggulan

Antusiasme pemerintah desa sangat tinggi untuk menerima dan mengikuti rangkaian kegiatan program desa 2.0 sehingga menimbulkan semangat kolektif antardesa. Perintahan desa menerima gagasan tata pemerintah yang baik sebagai strategi desa untuk meraih kemajuan sehingga mereka mau melaporkan kegiatan-kegiatan pembangunan, termasuk mengunggah dokumen perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan desa (RPJMDes, RKP, APBDes). Pemerintah desa mau mendorong masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan website desa sehingga menutupi kelemahan pemerintah desa yang SDM-nya tidak memadai. Ada sejumlah desa yang sudah memiliki akses internet yang menyediakan diri sebagai tempat berlatih bagi desa-desa yang belum memiliki akses internet.

Tantangan

Pengetahuan dan kemampuan pemerintah desa di bidang teknologi informasi masih lemah sehingga butuh dukungan pendampingan yang intensif dan lama dalam mendorong program desa 2.0 Kemampuan pemerintah desa dalam mendokumentasikan kegiatan masih sangat rendah sehingga perlu ada dukungan pelatihan menulis atau dokumentasi secara khusus, bukan sekadar salah satu materi dalam rangkaian pelatihan. Infrastruktur akses telekomunikasi di desa-desa sangat minim sehingga pelatihan sering terkendala mati listrik, tidak ada akses internet, maupun akses yang sangat lambat. Ada sejumlah desa mitra yang tengah mengalami masa pergantian pimpinan akibat perubahan status desa (Lampung) sehingga para perangkat gamang melangkah lebih lanjut. MASUKAN - Terhadap tantangan tersebut diusulkan beberapa hal sbb:

Perlu strategi pendampingan pemerintah desa khususnya tidaknya hanya penguasaan teknis melainkan pemahaman mengenai pentingnya Desa2.0 dalam mendorong keterbukaan tatakelola pemerintahan dan sumberdaya desa. Pelatihan kapasitas pendokumentasian adalah bagian dari pendampingan ini. Program Desa2.0 harus diangkat ke level nasional sebagai public-awareness. Satu ‘cabang’ advokasinya adalah mendesak pemerintah (kominfo) menyiapkan infrastruktur IT memadai sampai ke level desa (misal 1MB minimum di tingkat desa). Di jantung program Desa2.0, selain soal penggunaan IT, adalah pemberdayaan aparat desa agar struktur dan sistem pemerintahan desa berjalan baik - termasuk dalam rentang waktu pergantian/suksesi kepemimpinan. Kunci keberhasilan Desa2.0 dalam tata-pemerintahan adalah terciptanya governance-system sehingga disrupsi/gangguan kinerja desa diminimalisir ketika terjadi ‘shock’/goncangan (termasuk pergantian kepemimpinan, krisis, dll.). Program Desa2.0 harus menjangkau tak hanya elit pemerintah desa melainkan ke level rakyat desa. Di sini pentingnya komunikasi publik ke level masyarakat desa. Perlu dipikirkan strategi yang tepat untuk diseminasi di tingkat publik ini.

Jakarta - Yogya 10 Desember 2014

Tags:



December 2014 | CC BY-SA 3.0