Banyak yang menganggap politik itu liar, buas, kotor, dan hitam. Di tangan perempuan ini, asumsi tentang politik tersebut jadi berbeda. Maria Imaculata Nudu bergelut di dunia politik lebih dari 30 tahun. Pada awal tahun 1970an, Mama Ima, demikian dia disapa, mulai mengenal dunia politik. Kemudian selama 20 tahun ia menjadi anggota DPRD. Dua periode menjadi anggota DPRD Sumba Barat (1977-1987), dua periode menjadi anggota DPRD Provinsi NTT (1987-1997), merupakan bukti bahwa politik telah dijinakkannya. Bagaimana bisa?
Seni! Ya, Mama Ima menjinakkan politik dengan seni. “Kalau sudah nyanyi, baca puisi, kita omong sedikit, masyarakat dengar dan ikuti, yahh semua senang, jadi sudah”, kata Mama Ima yang menggunakan seni sebagai alat pengerak hati rakyat.
Pada masa itu sedikit sekali perempuan yang berkecimpung di dunia politik. Politik sangat maskulin. Bahkan jika Mama Ima tidak cerdik, dia tidak dicalonkan lagi pada periode kedua di DPRD Provinsi. “Waktu itu, saya dengar nama saya akan dicoret, jadi pada pertemuan besar Partai Golkar, saya minta di MC, saya bilang kasih saya waktu 2 menit di panggung. Saya omong tidak lama”. Mama Ima diberi kesempatan dan perempuan yang terkenal sebagai juru kampanye Partai Golkar ini kembali dicalonkan sebagai anggota DPRD Provinsi. Apa yang dia lakukan di panggung? Dia membacakan puisi karyanya sendiri.
Kampanye
Sudah berbilang kutantang hidup ini
Berbilang pula lirik dan sapa memaju merebut simpati
Tapi dalam keteduhannya
Aku melihat berbagai yang datang dan pergi
Berbagai yang singgah dan bercerita
Di kerindanganmu itu…
Para musafir berteduh
Para petani melepas lelah menghapus keringat
Yang mampir di badan
Para gembala menjaga ternak
Sambil meniup seruling bamboo
Seruling bamboo mengisi waktu yang bergulir
Para nelayan merajut jala
Para pedagang menggelar dagangannya
Di kerindanganmu itu…
Pemusik berdendang ria sambil memetik gitar
Pelukis membuat model
Para banker menghitung duit
Filosof berfilsafah
Tetua berpetuah
Seniman seniwati menyita inspirasi
Wartawan wartawati membuat berita
Gadis dan perjaka memadu janji
Di kerindanganmu itu…
Para ibu menisik kenangan sambil berkata:
“Nak, di kerindangan ini ninik, mamamu mengukir sejarah, di kerindangan ini pamanmu dan ayahmu berbulat tekad berikrar setia
mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 yang membuatmu bisa
berlanglang buana
bisa santai membonceng kekasihmu
bisa berdebat dan diskusi mengemukakan pendapat
bisa asyik bercanda ria
bisa khusuk berdoa tanpa gangguan
dan masih ada sejuta kebiasaan.”
Mei 1992
Wakil dari Golkar